Apeksi Agendakan Kesiapan Pengelolaan PBB Dan Bagi Hasil PKB

  Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) adalah salah satu forum untuk memperjuangkan terpenuhinya kebutuhan kawasan perkotaan secara ber

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:37
Apeksi Agendakan Kesiapan Pengelolaan PBB Dan Bagi Hasil PKB
Apeksi Agendakan Kesiapan Pengelolaan PBB Dan Bagi Hasil PKB

 

Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) adalah salah satu forum untuk memperjuangkan terpenuhinya kebutuhan kawasan perkotaan secara berkelanjutan. Apeksi hadir karena komitmen mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara demokratis dan berkeadilan. Suatu harapan bukan untuk menambah ketimpangan pembangunan pedesaan dan perkotaan.

"Kenyataan faktual, kawasan perkotaan menerima beban lingkungan cukup berat yang penanganannya harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu," ungkap Wali Kota Bandung, H Dada Rosada, dalam Rakernas Apeksi VII 2010, di Gedung Merdeka Bandung Jalan Asia-Afrika, Senin (26/07).

Rakernas dibuka resmi Menteri Dalam Negeri RI, Gamawan Fauzi. Dihadiri Menteri Perdagangan RI, Mari Elka Pangestu, Gubernur Jawa Barat, H Ahmad Heryawan dan 77 dari 98 wali kota anggota Apeksi.

Dipilihnya Gedung Merdeka, kata Dada, tentu saja memiliki makna yang sangat dalam. Tempat paling bersejaran di dunia dalam menentang diskriminasi  dan ketidak adilan. Dari tempat ini lahir Dasa Sila Bandung sebagai simbol perlawanan kaum tertindas bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Namun Dada menandaskan, Rakernas Apeksi bukan perlawanan terhadap tirani kekuasaan. Rakernas Apeksi lebih mengarah pada keinginan menyempurnakan sistem kerja pemerintahan, agar pembangunan ke depan benar-benar memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan alam, sekaligus melindungi generasi mendatang. 

Pemerintah kota dikatakannya tidak punya banyak pilihan politik dalam memperjuangkan berbagai agenda prioritasnya, selain karena keterbatasan kemampuan tapi juga kewenangan. Apeksi setidaknya diharapkan, bisa menjadi wahana menampung dan menyalurkan aspirasi kepada Pemerintah Pusat.

"Rakernas bisa menjadi wahana menampung dan menyalurkan aspirasi meski keputusan ada ditangan Pemerintah Pusat. Namun saya percaya, sepanjang usulan yang disampaikan realistis dan memiliki dampak luas, rekomendasi rakernas akan menjadi bahan pertimbangan Pusat," kata Dada yang berharap, forum mampu menggali dan mengembangkan gagasan-gagasan baru, yang menjadi solusi atas berbagai persoalan kota.

Ketua Dewan Apeksi, Edi Santana Saputera menuturkan, Rakernas Apeksi VII 2010 diikuti 77 dari 98 Pemerintah Kota. Rakernas bertujuan, saling tukar menukar informasi sekaligus sebagai forum koordinasi yang rutin diselenggarakan setiap tahun para anggota Apeksi.  membahas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi pemerintah kota.

Rakernas membahas topik strategis dan berpotensi menimbulkan persoalan, tidak saja perlu penjelasan tapi juga langkah konkrit dari pengambil kebijakan. Topik bahasan itu meliputi penilaian kerja yang terintegrasi dengan sistem remunerasi bagi pegawai pemda, peran Pemda menghadapi perjanjian perdagangan Asean-China, rencana aksi daerah menghadapi perubahan iklim, kesiapan daerah dalam pengeloaan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Birokrasi di Indonesia, dikatakannya, hingga kini masih jauh dari prinsip-prinsp good governance sehingga menimbulkan berbagai permasalahan. Upaya serius Pemerintah Pusat muapun Pemerintah Daerah memperbaiki sistem birokrasi, patut diapresiasi dan sebaiknya diatur dengan langkah strategis yang lebih komprehensif. "Apeksi memandang, sudah saatnya Pemerintah melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh. Dengan demikian, harapan akan terwujudnya sistem pemerintahan yang lebih profesional dan berpegang pada prinsip-prinsip good governance dapat segera terwujud,".

Apeksi ingin, kedepan ada sinkronisasi program antara Pemerintah Pusat, Pemprop dan Pemkot/pemkab. Hal-hal yang dinilai pemerintah secara nasional itu sudah bagus, sudah baik regulasinya, tapi dalam implementasinya ternyata dilapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Undang Undang Otda yang sudah beberapa kali direvisi, menurutnya banyak hal yang harus dibicarakan.

Di lapangan dikatakannya, banyak sertifikat yang tumpah tindih dan legalitasnya tidak sesuai dengan kehendak bersama terutama dalam tertib administrasi pertanahan. Juga persoalan bandara atau kepelabuhan, pemkot dan pemkab juga seharusnya diajak bicara agar ikut merasa memiliki. "Selama ini terkesan tertutup bagi pemerintahan kota dan kabupaten. Pajak kendaraan bermotor, bagi hasil yang kami dapatkan sangat kecil sekali, baru 30 persen sementara propinsi 70 persen. Perlu kita bicarakan, sebaiknya bagaimana yang adil," ujarnya.

Terkait pendapata daerah, Mendagri, Gamawan Fauzi berpendapat, pendapatan kota sekarang sudah lebih baik dibanding masa lalu. Pendapatan Propinsi sekarang dikatakannya tinggal dari kendaraan bermotor saja. Lain tidak ada lagi dan sudah kecil-kecil sekali. Sebaliknya di kota/kabupaten, 80 persen semua perijinan dari total secara nasional, sudah ada di kota/kabupaten. Meski kabupaten tidak sebesar kota dalam pelayanan publiknya tapi beban ekonomi kabupaten jauh lebih berat dibanding beban ekonomi kota.

             Menteri mencontohkan, kabupaten punya tugas menjaga hutan tapi kota tidak. Kabupaten menjaga hutan tidak ada pendapatan, tapi kota memperoleh dari menjaga motor. Kabupaten tidak mengutip dari hasil pertanian, sementara kota ada pendapatan dari industri, rumah makan dan restoran. "Kota sebenarnya banyak sumber pendapatan.. Karena itu kalau akan ada dialog tentang bagaimana pembagian antara propinsi, kabupaten dan kota, harus pula dilihat bagaimana beban kabupaten dan beban propinsi. Toh sebagian dari pendapatan propinsi, digulirkan juga ke kabupaten dan kota,". (www.bandung.go.id)