Di Hari Jadi Kota Bandung ke-200 Tahun Sungai Cikapundung Mulai Curug Dago Hingga Titik Sabuga Jadi Kawasan Wisata Air

Program kali bersih (prokasih) merupakan bagian dari 5 (lima) gerakan pembangunan lingkungan hidup Kota Bandung yang diimplementasikan dalam Gerakan Cikapundung

Hari Sabtu, 13 Agustus 2016 09:37
Di Hari Jadi Kota Bandung ke-200 Tahun Sungai Cikapundung Mulai Curug Dago Hingga Titik Sabuga Jadi Kawasan Wisata Air
Di Hari Jadi Kota Bandung ke-200 Tahun Sungai Cikapundung Mulai Curug Dago Hingga Titik Sabuga Jadi Kawasan Wisata Air

Program kali bersih (prokasih) merupakan bagian dari 5 (lima) gerakan pembangunan lingkungan hidup Kota Bandung yang diimplementasikan dalam Gerakan Cikapundung Bersih (GCB). Filosofi dari program ini, intinya menginginkan semua sungai besar maupun kecil yang banyaknya 40 sungai, benar-benar bersih dari sampah maupun limbah lainnya seperti limbah industri maupun rumah tangga, yang diawali dari Sungai Cikapundung.

 

Namun GCB pastinya sejak 2004 dicanangkan hingga hari ini, meski belum signifikan perubahannya, sudah mulai dirasakan dengan semakin menurunnya endapan sedimentasi padat dan sampah yang mencemari kali. Belum adanya lonjakan ini, disinyalir karena faktor pendanaan yang terbatas selain juga perlu adanya penguatan komitmen seluruh stakeholder terkait termasuk kesadaran masyarakat.

 

Membangkitkan semangat GCB, Kota Bandung di hari jadi ke-200 tahun pada 25 September 2010, akan merintis menjadikan Sungai Cikapundung sebagai kawasan wisata air, berperahu menyusuri Cikapundung dari Curug Dago sampai Sabuga. Kegiatan diharapkan seperti Car Free Day, yang diawal kegiatan tidak seorangpun tahu bagaimana mengikuti kegiatan ini, tapi akhirnya masyarakat secara mandiri bisa melakukan kegiatan.

 

“Saya berharap Cikapundungpun demikian. Cikapundung bisa jadi pusat budaya air, tempat bermain, tempat berekreasi. Masyarakat yang mau berpatisipasi, bisa bawa perahu sendiri dan bisa sama-sama kita berperahu”, ungkap Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda di Balaikota usai mengikuti Bandung Eco Town Workshop dan Eco Creatif Fest Fair, Selasa (21/9).

 

Cikapundung menjadi pusat budaya dan kawasan wisata air, kata Ayi bukan tidak mungkin diwujudkan. Dirinya secepatnya akan melengkapi koridor sungai, kembali menanami vegetasi sungai, seperti tanaman pohon Enau (kawung), pandan air/pandan sungai dan pohon pakis. Sepanjang koridor sungai pun akan dibangun kampung-kampung seni dan budaya lokal. “Melalui Cikapundung pusat budaya dan wisata air, timbul budaya bersih masyarakat, menjaga tempat bermainnya untuk tidak terkotori limbah domestik maupun limbah lainnya”, ujarnya.

 

Penataan Cikapundung berikutnya khususnya dari titik Sabuga sampai belakang PLN, Ayi menambahkan, penataan akan dilakukan Pemkot Bandung dengan Pemprop Jabar dan Pemerintah Pusat. “Dari Sabuga ke PLN ini kita sedang membuat eksekutif summary. Minggu depan kita akan bertemu lagi dengan Pemerintah Propinsi dan Pusat untuk membuat eksekutif summary bersama-sama”.

 

Wali Kota Bandung pernah menyebutkan, penataan Cikapundung dirumuskan dalam 7 kegiatan. Kegitan itu meliputi normalisasi sungai, inventerisasi bangunan liar di sepadan sungai, penataan sepadan sungai, pembanguan sarana bangunan air seperti bendungan dan alat pengontrol, penghijauan dan konservasi air, serta peningkatan kualitas air sungai. Kegiatan terakhir yang baru merupakan impian, adalah rumah yang membelakakngi sungai Cikapundung, ditata menjadi menghadap ke sungai.

 

Pemkot pernah merencanakannya, di 2008 upaya penataan sudah mulai dilakukan semua bangunan menghadap sungai yang dibatasi jalan, termasuk pembangunan rumah susun di kawasan pemukiman padat Tamansari. ”Selain Sungai Cikapundung airnya bersih, di kiri-kanannya ada bantaran, ada foot fat, jalan, halaman baru kemudian bangunan. Penataan Cikapundung adalah impian yang diharapkan menjadi histori, dan bisa direalisasikan secepatnya”.

 

Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, Akhmad Rekotomo menuturkan, peran institusinya terkait prokasih, sedang menyiapkan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengharuskan setiap kegiatan usaha punya dokumen lingkungan hidup yang disebut Amdal, RUPL dan IPPL. “Kini masih dalam proses dan menunggu untuk ditandatangani. Tapi sambil menunggu, kita akan sosialisasikan. Insya Allah tingkat pencemaran akan semakin berkurang”.

 

BPLH imbuh Reko, dari 32 Rumah Sakit yang ada di Kota Bandung, baru 20 % saja yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (Ipal), itupun menurutnya belum maksimal. Karenanya sambil menunggu Perwal, BPLH akan turun mengecek sambil mensosialisasikan. “Ini terkait dengan UU Nomor 44/2009 tentang rumah sakit. Mereka diberi waktu 2 tahun sejak Undang-Undang itu diundangkan yang mengharuskan memiliki Ipal. Apalagi limbah rumah sakit ini, tergolong limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun”, jelasnya. (www.bandung.go.id)