Kunjungan Tim Penilai Lomba Kelurahan Jawa Barat. Kelurahan Sukamiskin Berhasil Serap Swadaya Murni Rp. 2,3 Milyar.

Kelurahan Sukamiskin Kecamatan Arcamanik Kota Bandung, selama Tahun 2005 khususnya dalam bidang pembangunan fisik, berhasil menghimpun swadaya murni masyarakat

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:31
Kunjungan Tim Penilai Lomba Kelurahan Jawa Barat. Kelurahan Sukamiskin Berhasil Serap Swadaya Murni Rp. 2,3 Milyar.
Kunjungan Tim Penilai Lomba Kelurahan Jawa Barat. Kelurahan Sukamiskin Berhasil Serap Swadaya Murni Rp. 2,3 Milyar.

Kelurahan Sukamiskin Kecamatan Arcamanik Kota Bandung, selama Tahun 2005 khususnya dalam bidang pembangunan fisik, berhasil menghimpun swadaya murni masyarakat lebih dari Rp. 2,3 Milyar jauh lebih besar dibanding APBD yang diterimanya sebesar Rp. 48.290.500,00. Sementara di tahun sebelumnya (2004), dari bantuan APBD sebesar Rp. 17.500.000,00 juga berhasil menyerap swadaya masyarakat sebesar Rp. 1,1 Milyar.

Hal ini disampaikan Lurah Sukamiskin, Maris G Rukmana dalam acara ekspos dihadapan Tim Penilai Lomba Kelurahan Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahap I, Rabu (14/06/06) di kantor kelurahan setempat, Jalan Pacuan Kuda Arcamanik Bandung. Dihadiri Walikota Bandung, H Dada Rosada SH, MSi, Ketua TP PKK Kota Bandung Hj Nani Dada Rosada, pimpinan Pondok Pesantren Sukamiskin KH Imam Sonhaji, para pejabat public, camat Arcamanik, Suhendar beserta para lurah, para ketua RW dan masyarakat setempat.

Sedangkan Tim Penilai yang diketuai Edi Djunaedi, beranggotakan 4 orang, yaitu Lin Nurhaeni dari unsure TP PKK, Lis Dahlia unsur Badan Pemberdayaan Masyarakat, H Muhadzir unsur Bappeda, Moh Darojat dari Biro Dekonsentrasi Pemprop Jabar.

Keberhasilan di bidang pembangunan non fisik, khususnya bidang pendidikan, Maris mengungkapkan, tamatan S 1 menempati urutan pertama sekira 22,9 %, disusul tamatan SMA 15,8 %, tamatan SMP 14,7 %, tamatan SD 13,1 % dan program Diploma 12,9 %. Sedangkan di bidang kesehatan, 94,95 % dari balita yang dilayani Pos yandu, menggambarkan kondisi gizi baik. Sementara kemakmuran warganya, juga menunjukan tidak adanya keluarga miskin atau Pra keluarga Sejahtera (PraKS).

Ketua Tim Penilai, Edi Djunaedi mengatakan, Selain merupakan kesepakatan dalam rangka penguatan kelembagaan, peningkatan motivasi dan dorongan partisipasi masyarat, lomba kelurahan merupakan alat efektif untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan pembangunan atas usaha Pemerintah dan masyarakat di Desa dan Kelurahan. Dilaksanakan berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2005, tentang Pedoman Penyelenggaraan Perlomba Desa dan Kelurahan dan Keputusan Gubernur Jabar No 147.44/Kep.263 PMD/2006 tentang Penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006.

Penilaian perlombaan dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Selain juga bertahap, meliputi Tahap I atau tahap wilayah yang saat ini sedang dilaksanakan, untuk menentukan keluarahan berprestasi, nominasi pertama tingkat wilayah. Yang akan diikutsertakan pada Lomba Desa/Kelurahan Tahap II atau tahap rechecking untuk menentukan desa dan kelurahan berprestasi Juara  Tingkat Propinsi.

Edi menyebutkan, materi penilaian meliputi keberhasilan pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan, dengan membandingkan indicatorm data profil 2 tahun terakhir, yaitu Tahun 2004 dan 2005. Dengan cara klarifikasi data administrasi dan pembuktian di lapangan.

Walikota dalam sambutannya mengharapkan, penilaian Meneg KLH tentang Bandungkota terkotor, tidak mempengaruhi obyektifitas tim penilai lomba desa/kelurahan provinsi.

“Dengan adanya penilaian Bandung terkotor dari penilai pusat terkait penghargaan Adipura, Saya mengharapkan Tim Penilai Lomba Desa dan Kelurahan terpengaruh. -- Karena kalau Bandung disebut kota terkotor, berarti seluruh sudut kota kotor dan bau. -- Padahal kenyataannya, jalan-jalan yang Saya lalui dari Pendopo ke Sukamiskin, tidak kotor dan bau”, tandasnya.

Walikota pun menanyakan pendapat masyarakat, tentang adanya pemimpin yang mentertawakan musibah yang dialami Kota Bandung.

“Saya Tanya kepada semua, kalau ada anak kita atau keluarga kita mendapat musibah, apakah pantas orangtuanya mentertawakan, ha…ha…ha…ha, sambil menyatakan rasain kena musibah. -- Tidak begitu kan ?” ungkapnya.

Karena menurutnya, sejak musibah TPA Leuwigajah, berakhirnya TPA Jelekong dan beberapa TPA sementara, Pemkot jauh sebelumnya sudah berupaya mencari lokasi TPA pengganti. Bahkan menurutnya tidak kurang dari 31 lokasi yang ditawarkan masyarakat di kabupaten Bandung, Garut dan Sumedang, telah  ditinjau. Namun berujung pada ketidak cocokan. Meski ada yang cocok dan dinilai layak, tapi masyarakat yang tidak berdekatan dengan lokasi pun, selalu menolaknya. Termasuk calon lokasi TPA Pasir Bajing Kabupaten Garut dan Cimerang Cipatat Kab Bandung, akibat ulah dan pengaruh para provokator.