Semiloka Bandung Agamis

<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman;

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:35
Semiloka Bandung Agamis
Semiloka Bandung Agamis

Bandung Agamis, tidak hanya diindikasikan dengan semakin banyaknya dan memadainya prasarana sarana peribadatan. Bandung Agamis adalah ketika nilai-nilai ajaran agama bisa menjadi pendorong semangat kearah perubahan yang lebih baik, nilai agama menyatu dalam perilaku. Bandung agamis setidaknya, dicirikan dengan perilaku yang menghargai etika dan norma hukum, meng Akbarkan Allah, mengesampingkan ketidak pedulian amar maruf nahi munkar, mensucikan batin dari sikap tidak terpuji, menjauhi segala perbuatan dosa dan keji,  serta cinta ketertiban, kebersihan, keindahan dan lingkungan hidup.

“Selama semua ini belum menyatu dalam perilaku, selama orientasi duniawi tidak berubah ke ukhrowi, dan selama masih membiarkan kemaksiatan terjadi dihadapan mata, jangan mengharap lebih, Bandung Agamis bisa terwujud,” tandas kata KH Athian Ali Da’i dalam paparannya pada seminar dan lokakarya (semiloka) pemantapan Bandung Agamis, di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang 45 Bandung, (Kamis 20/11/08).

Semiloka diikuti 300 peserta, terdiri dari birokrasi, ulama, pimpinan pondok pesantren, para tokoh agama baik Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu maupun Budha, serta berbagai ormas Islam, diantaranya NU, Muhammadyah dan Persis.

Hal senada juga dikemukakan Rektor Unpad, Ganjar Kurnia, Bandung Agamis, dapat tercermin dari perwajahan kota dan perilaku manusianya termasuk birokrasi. Bandung Agamis menurutnya, dapat diindikasikan dengan bersihnya birokrasi dari KKN, berkembangnya keshalehan sosial, terjaga dan terpeliharanya ketertiban, kebersihan dan keindahan dan lingkungan hidup, serta bangkitnya manusia dari kebodohan.

“Selama kebajikan masih dibibir, nilai agama belum jadi internal nilai diri, ngabaju dan melembaga pada perilaku diri warganya, meski sarana peribadatan banyak dibangun dimana-mana, ada di tiap RT, Bandung belum bisa dikatakan agamis. Jadi untuk mujudkan Bandung Agamis, perlu merumuskan dulu indikatornya, landasan-landasannya, membuat program-program yang terstruktur, apa ukuran-ukuran keberhasilannya, juga strateginya yang implementatif, ” ujarnya.

Dari kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat (Jasmara) Agama yang telah dilakukan sebelumnya, Ketua Forum Silaturahmi Umat Beragama (FSUB) Kota Bandung, Drs KH Akhmad Suherman, telah merumuskan sedikitnya 25 indikator sebagai bahan masukan untuk merealisasikan Bandung Agamis, diantaranya terwujudnya Bandung yang santun, akrab, ramah lingkungan, mandiri, menghargai kemajemukan, adil, meningkatnya suasana religius yang harmonis, terbinanya wawasan keberagaman keagamaan yang berdimensi universal, berkurangnya segala bentuk kemaksiatan, terjalinnya kerjasama dan silaturahmi pemerintah kota dengan berbagai stakeholder keagamaan, menurunnya kenakalan remaja, terwujudnya kebebasan pekerja swasta melaksanakan ibadah seusai agama dan kepercayaanya, tersedianya prasarana peribadatan di pusat pusat kegiatan masyarakat.

Wali Kota Bandung, H Dada Rosda SH, M.Si mengemukakan, untuk meraih kehidupan Kota Bandung yang lebih baik, agama dituntut tampil sebagai faktor penyeimbang dan pendorong kemajuan. Menurutnya, persoalan kota Bandung yang cukup kompleks, adalah membangun SADM berkualitas dengan latar belakang keagamaan yang mantap, karena agama merupakan landasan dan bingkai penting dalam memfasilitasi kemajuan diberbagai aspek kehidupan.

Realita kehidupan masyarakat Kota Bandung saat ini dikatakannya, sangat membutuhkan inspirasi keagamaan yang semakin dinamis dan tetap menyejukan. Karena menurutnya, orientasi kemajuan yang ingin dicapai masyarakat, berhadapan dengan nilai-nilai baru serta permasalahan sosial yang akut, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kemerosotan moral dan iming-iming kesenangan yang melanggar norma-norma hidup. Karenanya, agama menjadi solusi dalam mengamankan potensialitas dan moral masyarakat.

Bandung Kota Agamis adalah sebuah komunitas yang religilitas masyarakatnya sangat tinggi, menjadikan seluruh kehidupannya sebagai ibadah. Membangun masyarakat yang berorientasi ibadah, dikatakannya, membutuhkan persyaratan-persyaratan, diantaranya tersedianya kelembagaan untuk dapat mengembangkan wawasan dan kemampuan di bidang agama, budaya yang terjaga dengan baik, serta lingkungan yang baik dan toleran bagi ekspresi para pemeluk agama sesuai syariatnya masing-masing.

Menyongsong tata kehidupan Kota Bandung yang agamis, semiloka ini merupakan wahana tepat, agar semua pendirian dari semua pemeluk agama, tidak terkotak-kotak. Namun dirinya bersyukur, potret keagamaan di Kota Bandung kini, sudah sangat menentramkan. Keberadaan agama telah mampu memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan ilmu dan praktikal keagamaan, sekaligus mendorong peran masyarakat dalam memajukan kehidupan. “Melalui semiloka ini ini, saya menghendaki dari seluruh potensi keagamaan, ada optimalisasi kinerja dakwah, agar Bandung terhindar dari penyakit masyarakat termasuk kemaksiatan yang semakin kronis. Karena terbangunnya Bandung sebagai kota agamis,  harus ditopang kreativitas lembaga keagamaan mengembangkan dakwah dan sosialisasi nilai-nilai agama.

KEPALA BADAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

 

BULGAN ALAMIN