Semiloka PKB dan BBNKB Apeksi Desak DPR dan Pemerintah Pusat Ubah Perimbangan Bagi Hasil PKB-BBNKB

<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman;

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:35
Semiloka PKB dan BBNKB Apeksi Desak DPR dan Pemerintah Pusat  Ubah Perimbangan Bagi Hasil PKB-BBNKB
Semiloka PKB dan BBNKB Apeksi Desak DPR dan Pemerintah Pusat Ubah Perimbangan Bagi Hasil PKB-BBNKB

Otonomi Daerah (Otda) meski diberlakukan  efektif sejak Tahun 2000, nampaknya kini masih memperlihatkan kondisi yang sangat fenomenal, diantaranya terbatasnya kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari pemdapatan asli daerah (PAD). Sementara pertumbuhan kebutuhan belanja di daerah di berbagai sector, setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang sangat tajam.

Kondisi ini mendorong Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota,  berlomba menggali sumber PAD,  Satu diantaranya adalah dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terutama Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang dianggap paling potensial dan menjadi andalan daerah. Namun sayang, pengaturan jenis pajak tersebut, tidak dibarengi dengan peningkatan bagi hasil yang mencerminkan asas keadilan dan kesimbangan proporsionalitas,  sehingga struktur pendapatan daerah tetap labil jika dibandingkan dengan besarnya kebutuhan belanja.

“PKB dan BBNKB benar-benar menjadi incaran daerah karena potensialitasnya sangat tinggi, serta memiliki kapasitas maksimal untuk membiayai pembangunan daerah,” ungkap Wali Kota Bandung, H Dada Rosada dalam acara semiloka pengelolaan PKB dan BBNKB untuk pembangunan daerah, kerjasama Komunitas Pemantau Pembangunan (KPP) Kota Bandung dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), di Hotel Savoy Homan Bandung, Rabu (21/01/09). Dihadiri 38 dari 90 lebih wali kota  anggota Apeksi, para Kepala Pendapatan se Indonesia. 

Menghadirkan nara sumber, Ketua Dewan Perwakilan Daeran (DPD) RI, Prof DR Ir Ginanjar Kartasamita, Wali Kota Surabaya, Bambang Dwi Hartono, Kasubdit Pajak Daerah Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Depdagri, Dr Rizali, serta Dr Dede Maryana (Unpad), Dr Asep Warlan Yusuf (Unpar) dan Ketua Pansus revisi UU Nomor 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dr H Harry Azhar Aziz MA. Dipandu moderator Drs. Setia Permana M.Si dan Drs. Ishak Somantri MSi.  

Mengharapkan menjadi rujukan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan dan pengalokasian atau bagi hasil pendapatan dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang lebih proporsional bagi peningkatan pendapatan daerah yang didayagunakan untuk percepatan pembangunan daerah.

Penerimaan PKB dan BBNKB didasarkan pada UU Nomor 34/2000 Pasal 2 Ayat (1) butir (a), diserahkan kepada kabupaten/kota paling sedikit 30 %. Batas bagi hasil dengan batas rendah itu, dikatakan Dada, sangat menimbulkan ketimpangan dalam outputnya, seperti tebatasnya peningkatan kualitas jaringan jalan dan pengendalian kualitas lingkungan hidup yang bersumber dari kegiatan kendaraan bermotor. Belum lagi tingkat kepadatan lalulintas yang tidak sesuai dengan panjang jalan, telah mengakibatkan kemacetan yang cukup parah dan inefisiensi dalam penggunaan kendaraan bermotor.

Terhadap kenyataan ini,  Dada menegaskan, Pemkot Bandung sangat berharap ada pemecahan masalah. Solisi yang benar-benar adil atas proporsi bagi hasil sektor PKB dan BBNKB. Apalagi Kota Bandung merupakan ibukota propinsi Jawa Barat yang harus memiliki infrastruktur lalau lintas dan transportasi memadai.

Kota Bandung dengan jaringan jalan lebih kurang 1.100 km, harus mampu mewadahi pergerakan 750.000 kendaraan mobil dan motor yang berdomisili di Kota Bandung, tambah 7.000 mobil lintas batas dan bermukimnya ratusan kendaraan bermotor dengan plat nomor luar kota Bandung. “Jika menghitung asumsi kelayakan fungsi Kota Bandung sebagai ibu kota Propinsi Jawa Barat 5 tahun ke depan, mau tidak mau harus ada penambahan besaran pendapatan daerah yang bersumber dari bagi hasil pajak, baik yang dikelola Pemprop berupa PKB dan BBNKB maupun pajak jenis lainnya PPN dan PPh yang pengumpulannya dilakukan di Kota Bandung.

Alokasi belanja pemeliharaan dan peningkatan jalan di Kota Bandung, dikatakan Dada, hanya berkisar antara Rp. 60 milyar atau hanya menghasilkan penambahan ruas jalan 1 % saja, sementara laju pertumbuhan kendaraan telah mencapai kisaran antara 7 s.d 10 %. Sementara dalam aspek pengendalian pencemaran akibat kendaraan bermotor, Pemkot Bandung belum dapat mengalokasikan secara maksimal, padahal tingkat kerugian pencemaran lingkungan hidup dan kesehatan yang sangat tinggi ini, dapat membunuh manusia perlahan-lahan. Karenanya Dada berharap, semiloka dapat menghasilkan rumusan berupa rekomendasi sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka revisi UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Jika bagi hasil PKB dan BBNKB dilakukan secara proporsional, akan sangat banyak menolong daerah, termasuk Kota Bandung. Kami para wali kota berharap, DPD RI yang merupakan perwakilan daerah daerah, membuktikan keberadaannya, meyakinkan sekaligus mendesak DPR RI dan Pemerintah Pusat,  untuk dapat menyetujui perimbangan bagi hasil pendapatan PKB-BBNKB  yang lebih adil dan proporsional, yaitu 70 untuk penerimaan Pemkot dan 30 untuk Pemprop,” ujar Dada.

Ketua DPD RI, Ginanjar Kartasasmita mengemukakan, rasio bagi hasil PKB-BBNKB saat ini dinilainya sangat tidak seimbang dengan beban yang ditanggung kota. Padahal kemajuan sebuah Negara dimanapun, menurutnya, sangat ditentukan oleh pesatnya kemajuan daerah-daerah. Untuk itu, Pemerintah Pusat dan DPR kepada daerah harus memberikan perhatian, kesempatan, keleluasaan berinisiatif dan porsi bagi hasil pajak daerah yang  lebih, tidak setengah hati dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama implementasi Otda di tingkat Kota/Kabupaten dari pada Propinsi.

 

KEPALA BADAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

 

BULGAN ALAMIN