Pemkot Upayakan Kesempurnaan Raperda Miras Kerja Sama dengan Ormas Islam dan Non Islam.

  Tujuh program prioritas pembangunan khususnya bidang agama mentargetkan Bandung menjadi Kota Agamis yang merupakan bingkai dari 6 program prioritas lainnya.?

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:36
Pemkot Upayakan Kesempurnaan Raperda Miras Kerja Sama dengan Ormas Islam dan Non Islam.
Pemkot Upayakan Kesempurnaan Raperda Miras Kerja Sama dengan Ormas Islam dan Non Islam.

 

Tujuh program prioritas pembangunan khususnya bidang agama mentargetkan Bandung menjadi Kota Agamis yang merupakan bingkai dari 6 program prioritas lainnya.   Bandung Kota Agamis, bukan Bandung Islamis karena Bandung adalah kota metropolitan yang terbuka bagi siapa saja yang datang baik untuk urusan bisnis, berwisata maupun untuk urusan lainnya. Konsekuensinya, ke Kota Bandung juga akan masuk kebiasaan orang luar tidak kecuali orang asing dengan kebiasaan hidupnya, diantaranya menkonsumsi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol).

Realitanya, lebih 90 % warga  Kota Bandung merupakan warga muslim yang secara tegas mengharamkan. "Jika peredaran nantinya dibolehkan, tentunya harus ada  upaya pengawasan dan pengendaliannya. Tidak saja peredaran dan perdagangannya tapi juga tempat mana dan siapa yang boleh mengkonsumsi. Syaratnya harus lebih diperketat," kata Wali Kota Bandung, H Dada Rosada di Ruang Arab Pendopo Bandung, usai menerima audiensi 11 ormas Islam yang tergabung dalam Forum Ormas Islam (FSOI) Kota Bandung, Kamis malam (28/01).

Bandung agamis dikatakan Dada, bukan Bandung bebas prostitusi, judi dan tari bugil saja tapi juga sukses tujuh program prioritas plus. "Meski pendidikan, kesehatan digratiskan tidak berarti pelayanan jadi seenaknya karena ini bukan cerminan dari agamis," tandasnya.

Sebagai antisipasi  upaya lebih meyempurnakan penyusunan rancanangan peraturan daerah (Raperda) ini, Pemkot Bandung merasa penting mendapatkan masukan dari semua pihak yang berkepentingan. Direncanakan tidak saja dari umat Islam tapi juga pihak Kepolisian dan warga Bandung lainnya yang non Islam. "Kalau yang menikmatinya orang asing, dan hanya di kamar hotel kan tidak masalah. Asal jangan setelah mabuk-mabukan pergi ke jalan raya dan membuat keonaran," ujarnya

Dada juga berharap, dengan menjaga eksistensi para wisatawan asing, tidak menghilangkan pendapatan asli daerah (PAD). Namun Dada menolak tegas jika dikatakan Pemkot Bandung  dengan adanya Raperda ini orientasinya untuk meningkatkan PAD. "Memang benar kami bisa menarik retribusi dari izin miras ini. Namun, ini bukan berarti retribusi menjadi sasaran perda Pemkot.

Ketua Persatuan Islam (Persis) Kota Bandung, H Anwarudin menyatakan, Bandung memang Kota Metropolis, namun keberadaan miras lebih banyak kemadhorotannya ketimbang manfaatnya. Pihaknya belum berubah pikiran, menolak perdagangan dan peredaran miras masuk Kota Bandung. Meski banyak hal yang akan diatur dalam perda nantinya termasuk kadar alkohol, orang yang bisa mengkonsumsi minuman beralkohol, tempat penjualan sampai jumlah yang bisa dijual di Kota Bandung. miras haram hukumnya dan harus ditiadakan,".

Terkait pengawasan dan pengendalian, FSOI mengusulkan perlunya Badan Legislasi DPRD maupun Pemkot, melibatkan ormas-ormas Islam dalam panitia musyawarah (Panmus), bahkan ketika implementasi dilapangan perlunya dibentuk satgas pengawalan. Pengawasan dan pengendalian tidak dibatasi sebatas laporan. Bahkan ormas Islam dari Front Pembela Islam, Laskar Mujahidin, Laskar Sabilillah dan Laskar Ababil dengan tegas menyatakan, jika miras nyata-nyata dilarang dan tidak boleh ada di kota bandung, mereka akan bertindak tegas jika laporan kurang ditanggapi aparat. (www.bandung.go.id)