PLTSa Ditawarkan ke-35 Investor Asia Pasifik

Kota Bandung dengan volume sampah per hari 7.500 M3 atau setara dengan 1.875 ton, tidak saja sudah waktunya memiliki prasarana dan sarana memadai tapi juga tekn

Hari Sabtu, 13 Agustus 2016 09:36
PLTSa  Ditawarkan ke-35 Investor Asia Pasifik
PLTSa Ditawarkan ke-35 Investor Asia Pasifik

Kota Bandung dengan volume sampah per hari 7.500 M3 atau setara dengan 1.875 ton, tidak saja sudah waktunya memiliki prasarana dan sarana memadai tapi juga teknologi tinggi yang bisa menyelesaikan persoalan sampah secara tuntas. Mewujudkannya, perlu komitmen, upaya dan keberanian, juga dukungan penuh masyarakat. Soal keterbatasan kemampuan dana, bisa diupayakan lewat kerja sama Pemerintah dengan Swasta.

“Melalui fasilitasi dan konsultan yang ditunjuk Bappenas, 16 April di Jakarta, proyek PLTSa akan kita ekspos dalam Summit Marketing Asia Pasific Ministerial Coference. Hadir nanti 35 investor yang diundang Bappenas. Di Bappeda juga, ke kita sudah ada 40 investor Nasional yang mendaftar”, kata Walikota Bandung H. Dada Rosada usai acara diskusi profil proposal yang akan ditawarkan ke calon investor, bertempat di Ruang Arab Pendopo Jalan Dalem Kaum, Sabtu malam (10/04). Di hadiri Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda, Sekda Kota Bandung, H. Edi Siswadi sejumlah Dewan, Pejabat Public, Tokoh Masyarakat dan beberapa calon Investor.

PLTSa kata Dada, sebelumnya telah dilakukan kerja sama dengan investor Nasional, Konsorsium PT. Bandung Raya Indah Lestari (PT. BRIL). Karena ada ketentuan baru, investor yang semula ditunjuk, kini harus melalui proses lelang tender. PT. BRIL sudah mengeluarkan dana untuk Fisibilty Study dan Amdal bahkan sudah ada MoU, bisa ikut lelang tender lagi. Namun PT. BRIL selaku pemrakarsa, sesuai aturan diberi hak istimewa berupa penambahan nilai 10 %.

Pengelolaan sampah melalui teknologi PLTSa, dikatakannya memungkinkan masih ada tersisa. Karena jika kemudian Kota Bandung menentukan pilihan pengolahan yang 1.000 ton, sisa 875 ton akan diupayakan dengan system 3R ( Reduce, Reuse dan Recycle) dengan melibatkan masyarakat termasuk pemilahan sampah organic dan non organic. “Peran masyarakat ini menjadi bagian dari sikap hidup dan pemenuhan kewajibannya dari aspek hukum. Kalau kemudian dirinya tidak memilahnya, petugas tidak akan mengangkut sampahnya, maka dirinya yang akan rugi”, tandasnya.

Sekda Kota Bandung, H. Edi Siswadi menuturkan, konsep PLTSa intinya mengkonversi sampah menjadi energi listrik lewat teknologi incinerator. Pelaksanaan proyek, nantinya dilakukan melalui harga penawaran sendiri (HPS). Ini sesuai Perpres Nomor 6/2005 yang telah diamandemen dengan Perpres Nomor 13/2010.

Pemkot Bandung, ingin PLTSa bisa dilaksanakan melalui mekanisme Public Private Partnership. Konsep ini merupakan kerja sama jangka panjang antara dua mitra dalam pembangunan infrastruktur dengan pengaturan pembagian resiko yang dinegosiasikan. Bertujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan standar dan biaya realistis. “Untuk aspek financial ini, Pemkot sudah menghitung. Hitungan ini juga telah direview kembali Bappenas”.

Berdasar gambaran kondisi terakhir, Kota Bandung dengan penduduk 2,5 juta jiwa, menghasilkan timbulan sampah 7.500 ton/hari atau setara 1.875 ton/hari. Hitungan ini berdasar estimasi, produk sampah 3 liter/hari/orang dengan dengan kepadatan 250 kg/M3. Sementara diperhitungan awal dengan PT. BRIL, PLTSa direncanakan dibesaran 500 ton/hari sehingga perlunya dikaji kembali. “Beberapa tahun ke depan atau di 2030, kita memprediksikan timbulan sampah akan menjadi dua kali lipat dari kondisi sekarang. Perlu diperimbangkan kembali agar tidak menyisakan timbulan sampah dimasyarakat terlalu banyak. Efisiennya, besaran olahan yang bisa dikerjasamakan minimal berkisar antara 1.000 sampai 1.250 ton per harinya”, jelas Edi.

Dari perhitungan bersama Bappenas, olahan sampah 625 ton diprediksi akan menghasilkan energi listrik 7 MW. Sedangkan untuk dibesaran 1.000 sampai dengan 1.500 ton akan menghasilkan 10 sampai dengan 26 MW dengan usia pakai 20 tahun. Terkait biaya konstruksi, 625 ton diperlukan investasi Rp. 400 milyar, sedangkan untuk 1.000 sampai 1.500 ton di Rp. 750 milyar sampai Rp. 1,25 trilyun.

Untuk biaya operasional per tahun, kapasitas sampah 625 ton/hari diperlukan pembiayaan Rp. 30 milyar. Sedangkan untuk yang 1.000 s.d 1500 berkisar antara Rp. 90 milyar sampai Rp. 150 milyar. “Ini pun sangat tergantung kepada CDM dan juga penjualan listrik kepada PLN. Ini sangat menentukan biaya operasi atau gate fee nya. Kalau CDM dapat kita perjuangkan dan penjualan listriknya dapat dinegosiasikan, biaya operasi atau gate fee yang harus diberikan kepada pihak ketiga akan semakin murah”.

Edi menambahkan, evaluasi proyek secara teknis dari alternative teknologi pengolahan sampah ini, dibuka untuk mendapati teknologi terbaik, termurah, ramah lingkungan dengan tetap menekankan prinsip Wast to Energi (WtE). Sedangkan dari aspek legal, beberapa kesepakatan dan perijinan yang diperlukan akan segera dituntaskan, diantaranya ijin usaha pengelolaan sampah, ijin usaha penyediaan tenaga listrik, konfirmasi dan pembelian listrik, konfirmasi pengadaan air, perjanjian suplay sampah, ketersediaan lahan dan aspek tata ruangnya. “Ini penting karena akan menjadi daya tarik bagi investor”.

Secara kelembagaan dikatakannya, nantinya Pemkot bertindak sebagai Government Contracting Outority atau Legal kontraktingnya, bukan PD. Kebersihan. Pemkot nantinya bertanggung jawab terhadap pembayaran sampah yang dibuang ke PLTSa. Dari sisi keuangan, juga perlu peningkatan kapasitas instalasi dan jumlah sampah yang diolah. Ini dimaksudkan guna meningkatkan efisiensi proyek sehingga dapat menurunkan gate fee yang dimintakan ke Pemkot Bandung.

Edi menuturkan, pilihan kapasitas 500 ton dengan investasi Rp. 400 milyar, gate fee-nya berkisar antara Rp. 100 ribu sampai Rp. 170 ribu/ton. Anggka ini akan menjadi tinggi kalau tidak ada kontrak dengan PLN dan CDM, bisa menjadi Rp. 350 ribu/ton. Karenanya untuk menarik daya tarik investor dan menekan gate fee hingga dititik minimal, dipuayakan negosiasi dengan PLN dan kepastian CDM. “Harga di PLN menurut kalkulasi, ketentuan yang bisa dinegosiasi, antara Rp. 666 sampai Rp 1.000. Kalau bisa dibeli sampai Rp 1.000 per Kwh, itu akan menurunkan gate fee kepada kita. Tapi karena ini energi terbarukan yang sedang dipromosikan, mudah-mudahan PLN bisa memberikan insentif harga yang maksimal”, harapnya. (www.bandung.go.id)