DTK Kota Bandung Tolak Beri Izin Pembanguan Masjid Gedung Sate

Dinas Tata Kota Bandung secara tegas menolak memberikan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) terhadap rencana pembangunan Masjid Gedung Sate, yang berlokasi

Sysadmin Saturday, 13 August 2016 09:31
DTK Kota Bandung Tolak Beri Izin Pembanguan Masjid Gedung Sate
DTK Kota Bandung Tolak Beri Izin Pembanguan Masjid Gedung Sate

Dinas Tata Kota Bandung secara tegas menolak memberikan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) terhadap rencana pembangunan Masjid Gedung Sate, yang berlokasi di Jalan Diponegoro No 22 Bandung. Pasalnya, selain tidak sesuai dengan Perda No 02 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Perda No 3 Tahun 2006, tentang RTRW Kota Bandung khususnya tentang Rencana Kawasan Lindung, rencana pembangunan masjid di sekitar kawasan Gedung Sate - Pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Barat ini pun bertentangan dengan Peraturan Walikota No 981 Tahun 2006, tentang RDTR WP Cibeunying, bahwa Gedung Sate termasuk dalam bangunan sejarah (cagar budaya) yang perlu direservasi, baik bangunan maupun lingkungannya. “Rencana pembangunan masjid ini pun tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang WP Cibeunying, sebagaimana diatur dalam Perwal Bandung No 981 Tahun 2006,” tandas Juniarso, dalam acara dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Kota Bandung, Selasa (14/11), di Ruang Komisi C DPRD Kota Bandung. Ditambahkan Juniarso, Hasil Kajian Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Gedung Sate menyatakan, Kompleks Gedung Sate memiliki nilai histories tinggi yang berpotensi tidak hanya sebagai landmark Kota Bandung tetapi sekaligus sebagai image kawasan yang merepresentasikan Jawa Barat, sehingga keberadaannya perlu ditata dan dijaga. “Kedua, keberadaan kompleks ini harus dapat mempertahankan posisinya sebagai pusat geografis pada kawasan tersebut sehingga arah dan titik visual terbaik untuk melihat ke arah Gedung Sate harus diidentifikasi dan kemudian dilindungi. Selain itu, Site Plan Kompleks Gedung Sate, lokasi rencana masjid tersebut diarahkan sebagai sarana parkir dan ruang terbuka hijau (RTH),” papar Juniarso. Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung, H Yod Mintaraga, menyayangkan ketidakhadiran pihak Dinas Tata Ruang dan Wilayah Pemukiman Propinsi Jawa Barat, sebagai instansi yang berkepentingan langsung dengan masalah ini. “Sebenarnya, saya mengundang Ir Ryan dari Distarkim, tapi hingga saat ini belum tampak hadir. Sebenarnya kehadirannya diharapkan, karena penjelasan sangat dibutuhkan untuk bahan kajian pembahasan masalah ini,” ujar Yod. Yod menyatakan, substansi permasalahan yang dibahas dalam rapat dengan eksekutif, bukanlah mempersoalkan keberadaan masjid. Karena keberadaan masjid, dimanapun sangat diperlukan, yaitu selain sebagai tempat ibadah, juga merupakan tempat kegiatan membangun dan mengembangkan syiar Islam. Pertemuan dimaksudkan, untuk mendapatkan informasi tentang pembangunan Masjid Gedung Sate (MGS) dari aspek normatif yang mengatur tata ruang dan lingkungan hidup serta sosial budaya. -- “Apakah pembangunan itu sesuai peruntukan rencana tata ruang dan lingkungan, atau bagaimana. -- Itu yang kita permasalahkan. Ternyata berdasarkan informasi dari eksekutif, setelah dipelajari, baik itu berdasarkan RTRW maupun RDTR WP Cibenying maupun RTBL yang dibuat Dinas Tarkim sendiri, bahkan sudah disosialisasikan ke berbagai pihak,-- lokasi itu peruntukannya untuk parkir dan RTH”, jelas Yod, seraya menambahkan, Komisi C sangat memahami, apabila Pemkot Bandung tidak bisa mengeluarkan ijin pembangunan MGS. Hadir dalam acara dengar pendapat tersebut, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung, H Yod Mintaraga MPA, Sekretaris Komisi C Muchsin Al Fikri, Jhony HIdayat, Samsi Salmon, Teten dan Yeye Tatang. Sementara Pejabat publik yang hadir adalah Kepala Dinas Tata Kota Bandung H Juniarso Ridwan, Kadis Pertamanan dan Pemakaman Taufik Rahman, Kadis Bina Marga Rusjaf Adimenggala, Kadis Bangunan Djodjon Nurdjaman, Kepala BPLH Kota Bandung Dedy Mulya, dan sejumlah pejabat publik lainnya. Secara umum, baik anggota dewan maupun pejabat publik yang hadir mengajukan argumen yang intinya menolak kelanjutan pelaksanaan proyek pembangunan Mesjid Gedung Sate tersebut. Bahkan, secara tegas Dedi Mulya menyampaikan penolakan tersebut. "Kami dari BPLH menolak secara tegas rencana pembangunan Masjid Gedung Sate. Karena pertama, Gedung Sate merupakan cagar budaya, dan pembangunan masjid ini akan bertentangan dengan RTRW Kota Bandung tentang Kawasan Lindung yang ada di lingkungan Gedung Sate," tandas Dedy. Yeye Tatang mengatakan, sebenarnya tempat peribadatan tidak kurang dibangun di sekitar Gadung Sate, diantaranya Pusdai dan Masjid Istiqomah. Sementara itu, Jhony HIdayat memuji pihak eksekutif yang telah dengan berani menolak memberikan izin pembangunan masjid tersebut karena lokasi pembangunannya telah melanggar aturan peruntukannya. “Saya mendukung sikap dan keberanian Pemkot untuk menolak sesuatu yang dilanggar,” ujarnya. Pada kesempatan yang sama, Adang Suhyatna menilai, terjadinya pelanggaran peruntukan tata ruang wilayah sering disebabkan oleh mendesaknya kebutuhan, dalam dal ini kebutuhan akan tempat peribadatan. Namun ia pun mengingatkan agar pemerintah jangan sampai terjebak atau terpancing dan harus tetap konsisten. Selanjutnya, pengawasan di lapangan agar diperketat, dengan melibatkan unsur kewilayahan," papar Adang yang juga Ketua Fraksi PPP Kota Bandung. Selain menolak, Adang menegaskan kepada Pemerintah Kota, khususnya dinas-dinas terkait tentang perlunya memperketat pengawasan di lapangan termasuk memberdayakan aparat kewilayahan. Menurutnya, terjadinya masalah ini merupakan bukti lemahnya pengawasan di tingkat kewilayahan. Hal senada dengan Adang disampaikan Yod sebelum mengakhiri pertemuan. Yod meminta kepada seluruh dinas terkait meningkatkan pengawasan di lapangan, "Tolong pengawasan di lapangan lebih ditingkatkan. Sehingga kita tidak lagi mempersoalkan sesuatu yang sudah melebar permasalahannya. Oleh karena itu, saya persilahkan pihak eksekutif untuk bertindak sesuai ketentuan normatif," tandas Yod. (www.bandung.go.id)