Berita

Pasca Operasional Mesin Parkir, Pendapatan Retribusi Naik 20%

Operasional mesin parkir elektronik di Kota Bandung mulai menunjukkan dampak positif terhadap pendapatan retribusi parkir. Selama lima hari awal operasional yak

Miftah Senin, 24 Juli 2017 08:18
Pasca Operasional Mesin Parkir, Pendapatan Retribusi Naik 20%
Pasca Operasional Mesin Parkir, Pendapatan Retribusi Naik 20%

Operasional mesin parkir elektronik di Kota Bandung mulai menunjukkan dampak positif terhadap pendapatan retribusi parkir. Selama lima hari awal operasional yakni dari tanggal 17-21 Juli 2017, kenaikan pendapatan retribusi mencapai 20%.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Didi Ruswandi menyebutkan, sebelum operasional mesin parkir pendapatan retribusi parkir sekitar Rp15 juta per hari. Setelah operasional pendapatannya bisa mencapai Rp18 juta per hari.

"Dari sisi potensi sebenarnya masih lebih besar lagi. Kenaikan 20% itu kan baru awal saja selama lima hari Senin-Jumat lalu. Kami butuh treatment tambahan agar bisa lebih optimal lagi," ungkapnya saat ditemui di Balaikota, Jalan Wastukencana No. 2 Kota Bandung, Minggu (23/7/2017).

Meskipun mesin parkir elektronik sudah beroperasi, dia mengakui, masih ada pengguna parkir yang enggan memanfaatkannya. Alasannya macam-macam, misalnya belum punya kartu e-money empat bank yang sudah kerja sama yaitu BRI, BNI, Mandiri dan bank bjb.

Selain itu, kata Didi, masalah lain yang muncul adalah pengguna parkir membayar tidak sesuai lama parkir. Misalnya, parkir tiga jam tetapi membayar hanya satu jam.

Oleh karena itu, awal pekan ini, lanjut dia, tim dari Dishub Kota Bandung akan merapatkan terlebih dahulu treatment seperti apa yang akan diambil agar pendapatan retribusi parkir bisa lebih optimal lagi. Rencananya akan ada kawasan percontohan operasional mesin parkir.

"Jadi di kawasan percontohan itu orang yang akan parkir mau tidak mau harus pakai kartu atau uang non tunai. Prioritas ruas-ruas jalan seperti Sudirman, Tamansari, Cihampelas, dan Badak Singa," sebutnya.

Pemilihan kawasan tersebut, sambungnya, karena melihat jumlah orang melakukan transaksi parkir menggunakan kartu. Dari lima hari pertama operasional, kawasan tersebut yang menyumbang transaksi paling banyak.

"Selama lima hari dari Senin-Jumat lalu, ada 2.000an transaksi. Saya berharap kalau sudah diberikan treatment bisa lebih banyak lagi jumlahnya. Kami terus melakukan evaluasi karena itu kan real time bisa dilihat transaksinya di dashboard di UPT Parkir," terang Didi.

Tidak hanya itu, menurutnya, pengawasan dari juru parkir juga akan lebih dioptimalkan lagi agar tidak ada pengguna yang berbohong mengenai berapa lama dia parkir.

"Saya sebut mesin parkir ini mesin kejujuran karena terbuka kemungkinan pengguna parkir berbohong. Meskipun begitu, kami akan optimalkan fungsi jukir agar pengguna tidak mencari celah berbohong," beber Didi.

Sementara itu, terkait mesin parkir elektronik yang rusak, Didi menyebutkan ada dua mesin yaitu yang berlokasi di Jalan Otto Iskandar Dinata dan Jalan Surya Kencana. Keduanya bukan rusak karena malfungsi melainkan karena aksi vandalisme orang tidak bertanggung jawab.

"Hanya dua mesin yang rusak, selebihnya sebanyak 443 berfungsi dengan baik. Untuk dua mesin yang rusak, kami akan melakukan perbaikan. Tapi harus menunggu anggaran perubahan karena kerusakannya akibat aksi vandalisme bukan malfungsi. Jadi tidak ada garansi dari vendornya," paparnya.

Adapun mesin parkir elektronik terpasang sebanyak 445 unit terletak di 58 ruas jalan dengan anggaran sebesar Rp55 miliar. Kebanyakan mesin parkir ditempatkan di sekitar pusat kota yang dinilai memiliki potensi besar kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di tempat sebanyak itu, tercatat ada sekitar 700 juru parkir yang harus bertransformasi dari menarik uang parkir manual menjadi cashless.

Didi mengakui butuh waktu agar masyarakat bisa terbiasa dengan budaya baru menggunakan mesin parkir elektronik sehingga berkontribusi besar terhadap pendapatan retribusi parkir. Menurutnya, Malaysia pun butuh waktu dua tahun sampai akhirnya menggunakan mesin parkir menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat.

"Saya sangat berharap masyarakat bisa adaptif dengan perubahan ini. Karena ini bukan hanya kebijakan kota melainkan Gerakan Nasional Non Tunai. Daripada uang itu jatuh ke orang tidak bertanggung jawab lebih baik menggunakan kartu yang nyata-nyata lebih akuntabel dan transparan. Sudah jelas masuknya ke kas negara," tutupnya.