Seminar Udara Bersih dan Transportasi

Disamping berdampak positif dan besar manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bangsa serta tingkat kepentingannya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas,

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:33
Seminar Udara Bersih dan Transportasi
Seminar Udara Bersih dan Transportasi

Disamping berdampak positif dan besar manfaatnya bagi pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bangsa serta tingkat kepentingannya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas, transportasi juga memiliki efek yang tidak menguntungkan.

“Dalam 20 tahun terakhir ini, telah dapat dirasakan semakin meningkat dan beragamnya efek negatif transportasi, terutama pencemaran udara, tingkat kecelakaan dan kebisingan yang semakin mengganggu kenyamanan manusia. -- Dampaknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan serta kerusakan lingkungan sangat besar”, ucap Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB, DR Ir Puti Farida Marzuki MSc saat membuka Seminar Udara Bersih dan Transportasi dengan tema “Solusi dari, oleh dan untuk kita bersama”, di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha Bandung, Selasa (01/05/07).

Seminar diikuti para pelajar, mahasiswa, perwakilan operator angkutan umum, sejumlah institusi lembaga terkait. Menghadirkan nara sumber Drs Timbul Butarbutar (Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung), Dr Ir H Yuniarso Ridwan MSi (Kepala Dinas tata Kota), DR Agus Rakhmat (BPLHD Jabar), DR Ir Driejana MSCE (Teknik Lingkungan ITB), Toni (Perwakilan Operator Angkot), Organda.

Menurut Puti, perilaku berkendaraan seperti berhenti dimana saja, kapan saja, disamping berbagai hal lainnya seperti regulasi dan sistem kerja, ternyata juga memiliki kontribusi yang besar terhadap keadaan ini. Salah satu tugas utama perguruan tinggi, mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.

“Untuk itu telah dilaksanakan penelitian yang merupakan kerjasama para staf akademik yang tergabung dalam beberapa kelompok kekhlian pengelolaan udara dan limbah, teknologi pengelolaan lingkungan, rekayasa transportasi dengan  BPLHD Jawa Barat yang didukukung Asian Institute of Teknologi”, ucapnya.

Hasil dari penelitian ini, dikatakan Puti, pemahaman masyarakat terhadap akibat perilaku berkendaraan terhadap pencemaran udara, memegang peranan penting di dalam mewujudkan kelestarian lingkungan, khususnya kualitas udara yang lebih baik. Untuk itu siperlukan sosialisasi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang terkait.

Walikota Bandung, H dada Rosada SH, MSi dalam sambutan tertulis yang disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda), DR H Edi Siswadi MSi mengemukakan, di Kota Bandung sendiri terdapat 731.316 kendaraan bermotor dengan pertumbuhan jalan berkisar hanya 1 %. Akibatnya  besaran emisi gas buang di cekungan Bandung, tingkat bahaya pencemarannya akan semakin besar. “Kota Bandung yang berada pada posisi cekungan, sangat sedikit memiliki ruang pertukaran emisi gas buang yang polutan dengan oksigen.

Kondisi ini diperparah lagi dengan masih rendahnya tingkat kesadaran pemilik kendaraan untuk memeriksakan emisi gas buang kedaraannya. Sehingga tidak bisa memantau kualitas gas buang yang dihasilkan, kecuali pada kendaraan umum. Namun penerapan uji bagi kendaraan umum dan kebijakan enerji atau bahan bakar ini, tidaklah cukup karena masih harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur penunjang lalu lintas dan transportasi. Permaslahan lainnya, adalah kebiasaan kendaraan umum atau angkutan kota yang berhenti seenaknya di sembarang tempat, sehingga sangat potensial menghasilkan emisi gas buang dan menimbulkan resiko tinggi bagi pencemaran udara.

“Meski populasi kendaraan penumpang umum hanya 1,2 %, secara faktual sumbangannya terhadap pencemaran udara sangatlah tinggi. Apalagi jika ditambah asumsi kebiasaan berhenti seenaknya di sembarang tempat”, ungkap walikota.

Untuk mengatasi hal ini, menurutnya diperlukan upaya pemenuhan infrastruktur titik persinggahan atau shelter, penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggar, serta solusi moda transportasi massal, sebagai upaya mereduksi timbulan pencemaran dan kemacetan. “Kita benar-benar sangat prihatin dengan pencemaran udara di Kota Bandung”, kata nya seraya mencontohkan Jalan Kiaracondong dan Jalan Jakarta.

Berdasarkan data, Jalan Kiaracondong dilalui 1.545 angkot dari 7 trayek. Sedangkan Jalan Jakarta kondisinya lebih padat lagi yaitu 1.860 angkot dan bus dengan 13 trayek. Di kedua ruas jalan ini, hasil pengukuran udara embien menunjukan melebihi baku mutu, seperti meningkatnya konsentrasi Oksida Nitrogen (NOx), Karbon Monoksida (CO) dan konsentrasi debu berukuran 10 mikrometer (PM10).

Sementara dari hasil pengukuran uji emisi yang dilakuakan secara acak, dari 229 kendaraan yang diuji, hanya 29 kendaraan atau 21,4 % yang dinyatakan lulus uji. Sisanya sebanyak 180 atau 78,6 % tidak lulus uji.

“Penanagan kondisi ini, menuntut keseriusan bersama.  Yaitu melakukan pengurangan sumber-sumber pencemaran, geraakan penghijauan, penggunaan enerji BBM ramah lingkuingan, serta penerapan alat atau teknologi penurun emisi gas buang yang terjangkau termauk peninglkatan kualitas manajemen lalu lintasnya”, tandas walikota.  (www.bandung.go.id)