Jasmara Agama FKPP.Lemah Agama, Akal dan Hilangnya Rasa Malu Manusia Bisa Dipandang Rendah

Kota Bandung adalah satu diantara 485 kota dan kabupaten di Indonesia, dan mungkin yang pertama menggagas menjadikan kotanya sebagai kota agamis. Namun untuk me

Sysadmin Saturday, 13 August 2016 09:34
Jasmara Agama FKPP.Lemah Agama, Akal dan Hilangnya Rasa Malu Manusia Bisa Dipandang Rendah
Jasmara Agama FKPP.Lemah Agama, Akal dan Hilangnya Rasa Malu Manusia Bisa Dipandang Rendah

Kota Bandung adalah satu diantara 485 kota dan kabupaten di Indonesia, dan mungkin yang pertama menggagas menjadikan kotanya sebagai kota agamis. Namun untuk membangun suatu kota yang agamis, paling esensial adalah bagaimana terpenuhinya kebutuhan dasar warganya, diantaranya kecukupan fisik dan psychologis, keamanan, ketertiban dalam hubungan sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Karenanya mewujudkan Bandung Agamis 2008, tidaklah cukup dengan hanya membangun dan memperbanyak sarana prasarana ibadah, mengandalkan dakwah para ulama atau dengan menggalakan pesantren kilat dan menjadikan baca tulis Al Quran sebagai suatu hal yang wajib bagi setiap orang yang mengaku Islam. Tapi juga haruslah ditunjang upaya, bagaimana memakmurkan dan mesejahterakan umat dengan mengembangkan ekonomi syariah. Hal ini terungkap dalam dialog Jaring Aspirasi dan partisipasi masyarakat (Jasmara) Agama, antara Wali Kota Bandung, H. Dada Rosada SH, M.Si dengan lebih kurang 116 pimpinan pesantren yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kota Bandung, bertempat di Pesantren Al Istiqomah, Jalan Cijerah Bandung, Senin (03/12/07). Ditandai pemberian bantuan kepada 116 Pontren, masing-masing Rp. 1 juta. Ucapan terimakasih serta pernyataan sikap dari FKPP kepada H. Dada Rosada, untuk memimpim kembali Kota Bandung, periode 2008-2013. KH. Asep Jamaludin dari Pesantren Baiturrohmah Babakan Ciparay mengemukakan, lemahnya agama, lemahnya akal dan hilangnya rasa malu merupakan peroalan yang mengakibatkan manusia dipandang rendah. Satu diantara penyebabnya adalah kefakiran, sehingga untuk membangun suatu kota yang agamis, terpenting adalah terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup secara merata. Yang paling mendesak yang harus dilakukan saat ini, menurutnya, mengatasi kesenjangan sosial, dianataranya menertibkan bahkan menghilangkan orangtua dan anak jalanan. ”Jika ini dibiarkan, ini akan menjadi momok dalam kehidupan sehari-hari. Namun hal ini tentu tidak bisa terwujud kalau tidak ada ketegasan dari pemerintah, kesadaran masyarakat dan kejelasan aturan. Mereka bisa dipulangkan, bisa dikaryakan atau dibina dan dididik oleh FKPP, bahkan mungkin dikenakan sanksi,” ucapnya. Ustadz Dudung dari pesantren Cigadung Cibeunying Kaler, mengemukakan, meski perhatian dan kepedulian dari Pemkot atau wali kota, sudah besar dengan pemberian insentif kepada para guru masdrasah, namun masih banyak yang belum kebagian. Karenanya ia mengusulkan, agar para guru-guru madrasah mendapatkan tunjangan fungsional guru, seperti yang diberikan kepada para guru di sekolah-sekolah umum, dianggarkan di APBD. Selain itu, untuk meningkat kesejahteraan pontren, Pemkot diharapkan, mengadakan pelatihan kewirausahaan kepada para santri sekaligus membantu permodalannya dalam bentuk modal bergulir. KH Umar dari pesantren Cijawura mengemukakan, berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pesantren kilat ramadhan yang diikuti 900 pelajar SD/SMP/SMA, masih banyak yang tidak bisa baca tulis Al Quran. Sehingga perlunya ada kebijakan dalam bentuk Perda, sebelum memulai pelajaran, diharuskan minimal 10 menit, para siswa membaca Al Quran. Termasuk juga pengaturan etika berpakaian terutama bagi para pelajar puteri. Bandung Kota Agamis, dikatakan wali kota, sebenarnya hal-hal yang bersifat agamis, sudah dilakukan sejak dahulu, bahkan sebelum kemerdekaan RI karena berdirinya NU Tahun 1926, Muhammadiyah Tahun 1912 dan Persis Tahun 1923. Jadi sebetulnya Bandung Kota Agamis, Republik Indonesia Agamis, propinsi regional agamis, bisa dirasakan yaitu sejak lahir ormas-ormas Islam. -- Jadi ini kehendak kita semua,” ungkapnya. Peran pesantren dalam membangun Bandung Kota Agamis, menurutnya, sangatlah besar. Namun karena kemampuan dan keterbatasan Pemerintah, belum bisa memberikan perhatian yang diharapkan terutama dalam hal dukungan anggaran. Namun secara bertahap, akan diupayakan bersama Dewan, minimal ditingkatkan menjadi 2 kali lipat. ”Sebenarnya, inipun masih dirasakan masih kecil, yaa bertahaplah,” tuturnya. Keberadaan FKPP dan ormas-ormas Islam maupun Forum Komunikasi lainnya seperti Farum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), telah berjalan dengan baik sehingga dapat mewujudkan Bandung yang kondusif. ”Atas dasar inilah, kami menggali potensi yang ada di pemerintah dan potensi kemasyarakatan, kita gabungkan untuk mewujudkan Bandung Agamis,”ungkapnya. (www.bandung.go.id)