Catatan Perjalanan ke Singapura (1), PLTSa Senoko Hasilkan Listrik 36 Megawatt

BANGUNAN yang berdiri di lahan seluas sekitar tujuh hektare itu begitu megah, lengkap dengan taman dan rumput yang mengitari sekeliling gedung yang bertingkat d

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:34
Catatan Perjalanan ke Singapura (1), PLTSa Senoko Hasilkan Listrik 36 Megawatt
Catatan Perjalanan ke Singapura (1), PLTSa Senoko Hasilkan Listrik 36 Megawatt

BANGUNAN yang berdiri di lahan seluas sekitar tujuh hektare itu begitu megah, lengkap dengan taman dan rumput yang mengitari sekeliling gedung yang bertingkat delapan. Sementara jalan mulus mengitari areal yang asri. Kalau tidak cermat, kita akan menyangka bangunan itu adalah hotel berbintang. Namun setelah melihat dua cerobong yang menjulang tinggi, barulah kita yakin itu adalah bangunan tempat pengolahan sampah, Senoko Incineration Plant di kawasan Senoko, Singapura.

Kekaguman tidak hanya berhenti dengan melihat luarnya saja. Begitu masuk ke dalam, masih belum disadari bahwa kita sudah memasuki area pabrik sampah, apalagi front office dan aula yang sering dipakai menerima tamu begitu asri. Dan yang penting, tidak tercium aroma bau sampah yang khas. Padahal di situlah sekitar 2.400 ton sampah diolah setiap harinya.

Senoko Incinerator Plant (SIP) adalah pabrik pengolahan sampah yang dibangun pada 1992. Hingga hari ini, SIP sudah beroperasi selama 15 tahun. Sebagai pabrik pengolahan yang menghasilkan energi listrik, SIP adalah sejenis pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Setiap harinya SIP mampu menghasilkan tenaga listrik sebanyak 36 megawatt.

Di Singapura, selain SIP, masih ada dua pabrik pengolahan sampah sejenis yang sudah lebih lama beroperasi. Ulu Pandan Refuse Incineration Plant (UPRIP) di Toh Tuck Avenue, berdiri pada tahun 1979. Kemudian Tuas Incineration Plant (TIP) di Tuas Avenue 20 yang berdiri pada tahun 1986. Kapasitas UPRIP dan TIP kurang lebih sama dengan SIP

Selain pengolahan dengan sistem insinerator, di Singapura terdapat pula pabrik pengolahan sampah dengan cara organic waste bio methanisation, organic waste compossing, landfill rehabilitation and enginering, dan lainnya lagi, pengelolanya adalah IUT Global Pte Ltd. Namun berdasarkan data, sekitar 90% sampah di Singapura diolah dengan memakai sistem incineration.

Singapura yang luasnya hanya sekitar 300 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 4,7 juta, setiap harinya memproduksi sekitar 7.600 ton sampah berbagai jenis. Namun, sebagian besar sampah yang dihasilkan negara kota itu adalah sampah rumah tangga.

Sebelum diangkut ke PLTSa, sampah rumah tangga ditampung di kontainer yang tersebar di pelosok Singapura. Kemudian diangkut dengan dump truck sampah tertutup ke tempat pengolahan sampah di Senoko, Tuas, dan Ulu Pandan. Sebagian lagi yang kebanyakan sampah industri masuk ke IUT yang berlokasi di Tuas.

Dump truck yang dipergunakan bentuk dan ukurannya hampir sama dengan yang ada di kita. Seluruh dump truck menunggu dengan tertib sebelum masuk ke tempat pengolahan sampah. Setiap truk yang membawa sampah kemudian masuk ke ruangan besar dan kemudian menurunkan muatannya ke kontainer yang kemudian dimasukkan ke ruangan pembakaran sampah yang sangat luas, namun tertutup rapat sehingga tidak mengeluarkan bau tak sedap.

Sampah itu diaduk dan dipadatkan, kemudian dibakar dengan suhu 370 derajat Celsius. Setelah itu diproses untuk kemudian menghasilkan gas yang mampu menggerakkan turbin listrik sebesar 36 megawatt. Menurut keterangan petugas di Senoko, dari seluruh sampah yang diproses, hanya tersisa 10% "ampas" sampah yang berupa pasir halus yang tidak berbau. "Pasir lembut itu masih tetap bermanfaat untuk menguruk Pulau Smoukle yang rencananya akan dibuat resor" katanya.

Tingkat kesadaran

Seluruh pengoperasian pengolahan sampah di Senoko Incinerator Plant diawasi secara ketat dari pusat ruang kontrol yang canggih, lengkap dengan layar monitor TV LCD yang jumlahnya sekitar 45 buah. Petugas di pusat ruang kontrol dengan cermat mengawasi proses pengolahan sampah yang berlangsung 24 jam setiap harinya. Pengoperasian PLTSa di Senoko itu ditangani 90 petugas yang dibagi tiga kelompok, yang masing-masing beranggotakan 30 orang per kelompoknya.

Mr. Chew, penanggung jawab pengoperasian sampah mengungkapkan, pada saat PLTSa Senoko dibangun, tidak ada warga yang keberatan. "Mereka sadar, harus ke mana sampah dibuang, karena kami tidak punya lahan. Negara kami kecil sekali. Jalan satu-satunya adalah menangani sampah secara modern. Namun, mereka tetap ikut mengawasi keberadaan kami," katanya.

Ia mengakui, keberadaan SIP tetap berorientasi bisnis, karena investasi yang ditanam sangat besar. Tanpa mengungkapkan berapa keuntungan yang diperoleh SIP setiap tahunnya, Chew hanya tersenyum. "Kalau rugi, tak mungkin kami bisa bertahan selama 15 tahun, " kata Chew. **