Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Pembangunan Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang sejak beberapa waktu yang telah disosialisasikan oleh Walikota Bandung

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:34
Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)
Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Pembangunan Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang sejak beberapa waktu yang telah disosialisasikan oleh Walikota Bandung H. Dada Rosada, SH, M.Si serta pada saat ini tengah dirintis dibangunnya melalui tahapan yang normatif, merupakan salah satu alternative pembangkit listrik yang sekaligus ddianggap dapat menyelesaikan masalah sampah diperkotaan, termasuk tentunya kota Bandung yang pada tahun yang lalu oleh Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pernah diberikan predikat “kota terkotor” se-Indonesia.
Dikaitkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, PLTSa yang rencananya berlokasi di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung akan menghasilkan tenaga listrik di bawah 100 MW, sehingga tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL. Walaupun demikian, karena bahan bakar yang digunakannya berasal dari sampah yang dihasilkan masyarakat Bandung dengan jumlah sekitar 500 ton/hari, maka berdasarkan Permen tersebut, proyek ini wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Disadari bahwa setiap pembangunan apapun akan mengandung resiko terjadinya dampak negatif, namun demikian dengan adanya studi AMDAL diharapkan dampak-dampak negatif yang diperkirakan timbul, dapat diperkecil bahkan sebaliknya dapat memperbesar dampak positifnya. Dengan demikian manfaat pembangunan PLTSa ini menjadi lebih besar dibandingkan dengan dampak negatif yang akan terjadi.
Terlepas dari munculnya gelombang pro dan kontra dari masyarakat, pemrakarsa proyek ini, yaitu PT. Bandung Raya Indah Lestari (PT. BRIL) telah melaksanakan ketentuan yang berlaku, yakni Publik Naties (Wadah Informasi) melalui koran lebih dari 1 bulan. Kemudian konsultasi publik sebanyak 2 kali. Dan saat ini telah dibuat kerangka acuan Studi Andal yang pada tanggal 30 Oktober 2007, bertempat di Kantor Pusat Pos Jl. Banda Bandung akan dibahas oleh sebanyak 59 orang terdiri dari unsur SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah), para pakar lingkungan hidup serta unsur perguruan tinggi dari Unpad dan Unisba Bandung.
Bahkan pada tanggal 26 Oktober 2007 sebanyak 10 orang yang menamakan perwakilan masyarakat Gedebage, antara lain Ketua LPM Kelurahan Cisaranten Kidul, H. Tatang Rosadi, Ketua Fermalin (Forum Masyarakat Peduli Lingkungan), Asep sofian Ansori mendatangi Kantor BPLH (Badan Pengelola Lingkungan Hidup) Kota Bandung di Jl. Sadang Serang, untuk mendesak agar pembarngunan proyek PLTSa ini secepatnya di realisasikan oleh Pemerintah Kota Bandung dan PT BRIL atau setidak-tidaknya di sosialisasikan sambil berjalannya proses studi ANDAL.

fpltsa4.jpg

Rombongan masyarakat tersebut diterima langsung oleh Kepala BPLH Kota Bandung Drs. Nona Supriatna, M.M. beserta stafnya juga dihadiri penanggung jawab penyusun studi ANDAL, DR. it. Ari Darmawan P dari LPPM ITB Bandung dan wakil koordinator tim pelaksana studi, Drs. Mohammad Taufiq Afiff, M,Sc. Pada kesempatan itu, KepaJa BPLH Kota Bandung pelaksanaan ANDAL tidak dilakukan oleh Pemerintah Kota karena menyangkut teknis, tapi oleh pihak ITB. Yang penting tim pelaksana dapat bekerja secara akademis dan tidak berat sebelah.
Sementara menurut Drs. M. Taufiq Afiff M.Sc, Studi ANDAL bukan untuk mencari alasan apakah suatu proyek dapat dilakukan atau tidak, namun sebaliknya memberikan arahan bagaimana suatu proyek justru dapat dilakukan apabila mentaati hasil studi ANDAL. Sehingga dalam hal ini, tidak akan seperti dikemukakan diatas diharapkan dampak-dampak negatif yang diperkirakan timbul, dapat diperkecil bahkan sebaliknya dapat memperbesar dampak positifnya. Dengan demikian manfaat pembangunan PLTSa ini menjadi lebih besar dibandingkan dengan dampak negatif yang akan terjadi.

Kerangka Acuan Studi ANDAL

Sistem pengelolaan sampah kota dengan sistern kumpul angkut dan buang dengan cara ditimbun atau open dumping di suatu tempat (TPA), mulai sulit dilaksanakan karena lokasi pembuangan sampah semakin sulit diperoleh, dan lokasi TPA jaraknya semakin jauh dari sumber penghasil sampah. Di tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) timbul berbagai persoalan lingkungan dan kesehatan, seperti Bau Busuk, produksi gas methan, pencemaran air permikaan dan air tanah, timbunan sampah longsor, sampah terbakar. Teknik reduksi konvensional dengan cara dibakar langsung memberikan dampak buruk ke atmosfer berupa polusi gas-gas rumah kaca dan gas beracun lainnya.
Permasalahan pembuangan sampah kota tersebut diatas telah lama disadari oleh Pemerintah Kota Bandung, dan menjadi persoalan sejak longsornya TPA Leuwigajah dan semakin disadari bahwa pada dasarnya Kota Bandung sudah tidak memiliki tempat Pembuangan Akhir yang bisa diandalkan.
Kota Bandung sebagai sebuah kota yang terus berkembang, volume sampah akan berkorelasi langsung dengan jumlah dan taraf hidup penduduknya, sehingga akan merupakan potensi persoalan serius jika tidak ada upaya terobosan baru dalam menangani dan mereduksi jumlah sampah. Pengalaman bertumpuknya sampah karena tidak ada tempat untuk membuang sampah beberapa waktu yang lalu telah mengajarkan bahwa Kota Bandung memerlukan cara penanganan sampah bisa diandalkan.
PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) merencanakan akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang tujuannya akan bertindak sebagai penyedia jasa pemusnahan sampah dengan jalan dibakar pada temperetur tinggi (850-900 derajat celcius) Pebangkit Listrik. PLTSa yang direncanakan berkapasitas memusnahkan 500-700 ton atau 2000-3000 m3 sampah/hari dan akan menghasilkan listrik sebesar 7MW. Kapasitas pemusnahan sampah PLTSa adalah sama dengan ju mlah sampah Kota Bandung yang saat ini dibuang di TPA Sari Mukti oleh PD Kebersihan Kota Bandung.
Dari jumlah volume sampah yang dibakar, akan dihasilkan abu dan debu sisa pembakaran sebesar 5 % abu dan debu hasil sisa pembakaran direncanakan akan diproses lebih lanjut untuk dijadikan bahan untuk membuat jalan dan bahan barigunan. Dengan demikian pengulahan sampah dengan menggunakan teknologi PLTSa memenuhi salah satu 1R dari konsep pemusnahan sampah 4 R yaitu Recovery.
Pembangkit Listrik tenaga sampah dengan bahan sampah merupakan salah satu pilihan strategis guna menanggulangi permasalahan sampah di Kota Bandung . Disamping berpotensi mengurangi volume sampah secara lebih efektif, pembangkit listrik ini akan berdampak positif terhadap lingkungan hidup. Produksi listrik dari pembangkit ini sekaligus akan membantu meringankan beban PT.PLN dalam penyediaan listrik bagi masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya.
Studi AMDAL pembangunan Pembangkit Tenaga Sampah (PLTSa) ini dilaksanakan sebagai suatu rangkaian studi, untuk mendapatkan suatu kondisi lingkungan yang sesuai dengan berbagai ketentuan/peraturan Pemerintah, sehingga keberadaan PLTSa ini diharapkan tidak menyebabkan pengaruh buruk terhadap lingkungan Kota Bandung dan sekitarnya. Studi Amdal disusun berdasarkan studi kelayakan teknis dan ekonomis.
Pengembangan Kawasan Pusat Primer Gedebage telah dituangkan dalam PERDA No. 03/2006 ttg RTRW kemudian ditindak lanjuti oleh Peraturan Walikota Bandung No. 685/2006 ttg RDTRK Wilayah Gedebage. Pada RDTRK tersebut lokasi tapak rencana kegiatan pembangunan PLTSa berada pada lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri dan pergudangan.

PT. BRIL merencanakan akan membangun pengolah sampah yang akan dihasilkan dari kota Bandung . Lokasi pengolah sampah tersebut secara administratif berada di wilayah kelurahan Rancanumpang Kecamatan Gedebage Kota Bandung. Sampah akan diproses dengan menggunakan teknologi Waste To Energy yaitu sampah akan direduksivolumenya hingga 5% atau beratnya menjadi 20% dengan jalan dibakar dengan temperatur tinggi secara terkendali.

fpltsa5.jpg
back.gif