Ekspos Laporan Rancangan Awal Stadion Sepakbola Gedebage

Kota Bandung memiliki stadion sepak bola yang representatif, berstandar nasional bahkan internasional, nampaknya perlu kerja ekstra seluruh stakeholder, terutam

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:34
Ekspos Laporan Rancangan Awal Stadion Sepakbola Gedebage
Ekspos Laporan Rancangan Awal Stadion Sepakbola Gedebage

Kota Bandung memiliki stadion sepak bola yang representatif, berstandar nasional bahkan internasional, nampaknya perlu kerja ekstra seluruh stakeholder, terutama terkait pendanaan. Prakiraan sementara dari desain yang dirancang konsultan pembangunan SOR Gedebage, menyebutkan, untuk membangun stradion berstandar internasional berkapasitas 60.000 penonton yang diinginkan, dibutuhkan dana lebih kurang Rp 1,12 trilyun, sementara anggaran yang direncanakan hanya Rp. 350 milyar.

Hal ini dipaparkan Direktur Utama PT. Penta Rekayasa, Forest Jieprang selaku pemenang tender konsultan perencana konstruksi (DED) pemembangunan SOR Gedebage, di Grand Aquila Hotel Jalan Dr. Djoendjoenan Bandung, Kamis (21/08/08).

Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, Ir. Juniarso Ridwan yang hadir dalam acara paparan ini mengemukakan, SOR yang akan dibangun di Gedebage seluas 40 Ha itu, diperlukan konstruksi khusus mengingat kondisi tanahnya yang labil, karena sebagian besar merupakan tanah ranca (rawa). Persoalannya selama ini, pihaknya belum pernah melakukan studi komparasi, membangun stadion diatas kondisi tanah seperti yang ada di Kawasan Gedebage.

”Dari kondisi ini, timbul pemikiran bagaimana mengolah tanah dari labil menjadi stabil. Selain itu kita inginkan juga desain bangunan stadion yang tidak saja kokoh, aman tapi juga bentuknya ideal dan memiliki nilai lebih, bernuansa budaya khas daerah Jawa Barat,” tuturnya.

Forest Jieprang mengemukakan, PT Penta, kerjasama operasi dengan PT. Arkonin Enginering dan PT. Marga Graha Penta bertugas merancang stadion tidak saja berstandar nasional tapi juga internasional, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar Federation International Football Assosiation), tidak dapat dihindari terjadinya pembengkakan biaya, apalagi pasca kenaikan BBM. ”Untuk pembangunan Stadion Palaran, Samarinda – Kalimantan Timur saja yang selesai Tahun 2007 dan diresmikan Tahun 2008, dengan kapasitas kursi 30.000, menghabiskan biaya Rp. 600 milyar. Itu sebelum kenaikan BBM, sekarang mungkin bisa lebih dari Rp. 800 milyar,” ungkapnya.  

Stadion Jalak Harupat Kabupaten Bandung-Jawa Barat, disebutkannya, hanya memiliki 384 kursi yang beratap di bagian VIP dari total 2.700 kursi, selebihnya tidak setiap penonton memiliki tempat duduk kursi sendiri. ”Pengadaan kursi ini memerlukan biaya tinggi karena harus tahan pecah, tahan api, tahan cuaca dan memenuhi standar kenyamanan,” tuturnya.

Stadion Gedebage yang dirancangnya, selain 60.000 penonton memiliki tempat duduk sendiri, semua bagian tempat duduk penonton beratap, juga dibuat parit pemisah antara penonton dengan lapangan. Ini semua diperlukan biaya tinggi. Ditunjang konstruksi bernuansa daerah di tribun VIP bangunan atap  berbentuk kendang sebelah dan ditarik kabel baja yang dikaitkan pada menara berbentuk suling (pylon).

Dengan kondisi ketersediaan anggaran, pihaknya telah membuat beberapa varian sebagai solusi. Keseluruhan bangunan bisa stadion berstandar internasional, pembangunan bisa dilaksanakan secara bertahap, mengikuti ketersediaan anggaran yang ada.

Dengan dana Rp. 350 milyar, dikatakan Forest, Stadion Gedebage akan mendapat lapang terbuka dengan kapasitas 30.000 penonton, tapi tiang pancangnya disiapkan untuk 60.000 penonton. Kedepan secara bertahap dapat diselesaikan sesuai desain yang diharapkan.

Beberapa varian desain, disebutkannya, dengan Rp. 792  milyar, selain tempat duduk semua beratap, bisa dibangun 40.000 penonton berikut 2 atap berbentuk kendang dan 2 pylon. Varian desain lainnya, dengan Rp. 690 milyar, 40.000 penonton punya tempat duduk sendiri dan semuanya beratap, ditambah 1 kendang dan pylon. ”Pilihan ini bisa dipilih pemilik sesuai dengan ketersediaan dana,” ujarnya.

Keberadaan sebuah stadion kedepan, diingatkan Forest, tidak kalah pentingnya adalah biaya pemeliharaan. Berdasarkan informasi dari pengalaman beberapa event besar,  ternyata biaya pemeliharaannya juga cukup besar. Untuk itu perlu terobosan, penggalian sumber-sumber dana secara kontinyu, diantaranya menjadikan kawasan wisata baik penjualan barang-barang cinderamata, atribut kesebelasan, rumah makan, restouran, taman dengan tempat duduk yang artistik.  (www.bandung.go.id)