Work Shop Strategi Penataan Hunian Kumuh Perkotaan kota Bandung

   Kota Bandung dengan luas wilayah 16.729 ha, hingga akhir 2008 memiliki jumlah penduduk teregistrasi 2.233.901 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduknya mencapa

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:36
Work Shop Strategi Penataan Hunian Kumuh Perkotaan kota Bandung
Work Shop Strategi Penataan Hunian Kumuh Perkotaan kota Bandung

  

Kota Bandung dengan luas wilayah 16.729 ha, hingga akhir 2008 memiliki jumlah penduduk teregistrasi 2.233.901 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 1,59 % per tahun, ,menekan berat ketersediaan fasilitas hunian. Persoalannya, terbatasnya lahan kota disertai keterbatasan kemampuan Pemerintah Kota (Pemkot) dalam menyediakan prasarana dan sarana pemukiman, telah memunculkan kawasan kumuh atau perumahan tidak layak huni yang umumnya didominasi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara Pemerintah Pusat  mentargetkan Indonesia bebas hunian kumuh di 2019.

Hal ini diungkapkan Kepala Dinas tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, H Juniarso Ridwan dalam work shop strategi penataan kawasan kumuh hunian perkotaan Kota Bandung, di Galery Ciumbuleuit Hotel dan Apartemen, Jalan Ciumbuleuit 42 A Bandung, Senin (16/11/09).

Work shop menghadirkan nara sumber Dirjen Penataan Ruang Wilayah II Subdit Kawasan Perkotaan dan Metropolitan Kementerian Negara perumahan Rakyat, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum,  Bappeda Jabar, Dinas Perumahan dan Pemukiman Jabar.

Pemukiman kumuh adalah kondisi pemukiman dengan fasilitas kurang memadai. Ditandai ketidak mampuan penghuninya yang mencerminkan kesemrawutan tata ruang dan ketidak berdayaan social ekonomi masyarakatnya. Distarcip Kota Bandung menginventarisir, sebaran kawasan pemukiman kumuh di 2009 telah mencapai 48 dari 151 kelurahan yang ada di Kota Bandung tersebar di 194 RW.

Kawasan pemukiman kumuh berdasarkan Tipologi dan karakteristik, Distarcip membagi dalam 3 kelompok yaitu kawasan pemukiman kumuh tinggi, sedang dan rendah. Karakteristik kawasan pemukiman kumuh tinggi, diantaranya tingkat pelayanan air bersih kurang dari 30 %, kondisi saluran drainase buruk, tingkat pelayanan air limbah kurang dari 30 % dan kondisi jalan lingkungan sangat buruk. Selain itu, kepadatan penduduk lebih dari 100 unit/ha, koefisien dasar bangunan lebih dari 70 %, tidak mempunyai jarak antar bangunan, perkembangan bangunnan sangat tinggi dan tidak ada upaya yang dilakukan pemerintah setempat dalam penanggulangan kawasan kumuh. Di Kota Bandung jumlahnya ada 5 yaitu Kelurahan Nnyengseret, Situsauer, Tamansari, Babakan Surabaya dan Braga.

Kawasan pemukimam kumuh sedang, yaitu pemukiman yang memiliki tingkat pelayanan air bersih antara 30-60 %, kondisi saluran drainase sedang, tingkat pelayanan air limbah kurang antara 30-60 % dan kondisi jalan lingkungan tergolong buruk antara 50-70 %. Kepadatan penduduk 80-100 unit/ha, mempunyai jarak 1,5-3 meter, koefisien dasar bangunan antara 50-70 %, perkembangan bangunan tinggi dan adanya upaya yang dilakukan pemerintah setempat dalam penanggulangan kawasan kumuh. Jumlahnya ada 23 kelurahan diantaranya, Cibaduyut Kidul, Dago, Lebak Siliwangi, Sekeloa, Cisaranten Wetan, Manjahlega, Isola, Cipedes, Sukabungah, Arjuna, Pajajaran, Husein Sastranegara.

Kawasan pemukiman rendah, memiliki tingkat pelayanan air bersih lebih dari 60 %, kondisi saluran drainase tegolong baik, tingkat pelayanan air limbah lebih dari 60 %, dan kondisi jalan lingkungan yang baik kurang dari 50 %. Kepadatan penduduk kurang dari 80 unit/ha, jarak antar bangunan lebih dari 3 meter, koefisien dasar bangunan kurang dari 50 %, perkembangan bangunan yang rendah dan adanya upaya yang dilakukan pemerintah setempat dalam penanggulangan kawasan kumuh. Jumlahnya 20 kelurahan, diantaranya Derwati, Paledang, Kujangsari, Cigending, Cipadung Kulon, Rancanumpang, Sukaraja, Maleber, Babakan, Cicadas, Ciaseureuh, Cisaranten Kulon.

Asisten Deputi Pengembangan Sistem Perumahan Swadaya Menpera, Widianto Adiputra menuturkan, strategi menganani kawasan hunian kumuh sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) ditempuh melalui 2 (dua) cara. Untuk kondisi hunian kumuh ringan dan sedang, dapat dilakukan melalui upaya perbaikan/pemugaran lingkungan perumahan (tanpa perombakan yang mendasar, bersifat parsial dan memerlukan peran serta masyarakat dan dilaksanakan secara bertahap). Untuk hunian kumuh berat melalui peremajaan perumahan atau peremajaan kota (perombakan mendasar bersifat menyeluruh dan memerlukan peran serta masyarakat yang menyeluruh pula). Sedangkan untuk lokasi kumuh yang tidak sesuai RUTR, diantaranya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sederhana sewa atau milik (Rusunawa/Rusunami)

Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengemukakan, dengan pertumbuhan penduduk 1,59 % akan menjadikan penduduk Kota Bandung 5,3 juta di 2025.  Kondisi ini diperparah daerah sekitarnya yang juga memiliki pertumbuhan penduduk tinggi karena berpeluang menjadi komuter, disamping Kota bandung sendiri berkembang menjadi pusat pertumbuhan sosial ekonomi. Kecenderungan ini dikatakannya harus diantisipasi karena beban kebutuhan hunian yang pasti meningkat.

Kondisi eksisting lahan yang ada sekarang, 52,55 persen diantaranya telah digunakan untuk pemukiman. Ini mengharuskan Pemkot Bandung mengubah pola pembangunan hunian dari horizontal menjadi vertikal. "Ini akan memperbesar daya tampung dan mengendalikan munculnya kawasan hunian tidak teratur dan kumuh,".

Pembangunan fasilitas hunian ditandaskannya tidak mudah, karena selain harus representatif dan sesuai peruntukannya, juga tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.  "Penataan kota ke depan, menghendaki penciptaan keseimbangan kebutuhan hunian dengan daya dukung lingkungan. Penataan kawasan hunian harus menjadi bagian integral dari konsep pembangunan yang berorientasi kepada kemakmuran, demokrasi dan keadilan sosial," ujarnya seraya berharap, pertumbuhan fisik, sosial dan ekonomi kota, tidak menyisakan persoalan krusial bagi generasi mendatang.(www.bandung.go.id)