Pemkot Bandung Nyatakan Statusquo Tebangan Pohon Jati di Makam Pasarean Pasirjati Ujungberung

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan bersikap tegas menyelesaikan persoalan penebangan sekira 20 lebih pohon Jati di kawasan Makam Pasarean Nagrog Kelurahan Pa

Hari Sabtu, 13 Agustus 2016 09:36
Pemkot Bandung Nyatakan Statusquo Tebangan Pohon Jati di Makam Pasarean Pasirjati Ujungberung
Pemkot Bandung Nyatakan Statusquo Tebangan Pohon Jati di Makam Pasarean Pasirjati Ujungberung

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan bersikap tegas menyelesaikan persoalan penebangan sekira 20 lebih pohon Jati di kawasan Makam Pasarean Nagrog Kelurahan Pasir Jati Kecamatan Ujungberung. Penebangan yang menghebohkan masyarakat sekitar dan memprihatinkan Walikota Bandung ini, dilakukan sekelompok masyarakat yang mengklaim sebagai akhli waris dengan alasan penataan. Namun masyarakat dan sebagian akhli waris lainnya menyatakan tidak setuju dan menilainya tidak realistis.

Wakil Walikota, Ayi Vivananda menegaskan kembali bahwa rekomendasi yang ditandatangani Walikota Bandung, H. Dada Rosada, 12 Oktober 2009, Nomor 450 merupakan dukungan politis penghijauan dan pembenahan kawasan Makam Pasarean Nagrog. ”Saya tegaskan, tidak ada kalimat ijin tebang. Kalimat penghijauan itu menunjukan, bahwa kita harus menanam, juga tidak ada kalimat peremajaan. Yang harus kita lakukan sekarang, penebangan dan pohon yang sudah ditebang itu distatusquokan. Artinya tidak boleh dipergunakan atau diperjualbelikan”, tandasnya menanggapi aspirasi warga Pasirjati Ujungberung dalam acara Open Hose di rumah dinas Wakil Walikota Bandung, jalan Nylan 13, Sabtu (10/04).

Pembenahan tandasnya, tidak ada makna yang bisa ditafsirkan bahwa pembenahan adalah menebang pohon. ”Tolong sampaikan kepada Dinas Kehutanan, darimana yang bersangkutan menafsirkan bahwa pembenahan dan penghijauan itu adalah penebangan”, imbuhnya.

Dalam surat ijin yang dikeluarkan Dinas Kehutanan, dikatakan ijin tebang pohon diatas tanah milik. Atas dasar apa yang bersangkutan menyatakan hak milik. Ya harus jelas surat-suratnya. Jadi kalau itu tidak ditemukan bahwa itu tanah hak milik, maka itu adalah tanah negara. Maka sesuatu yang ada diatas negara itu adalah milik negara, apalagi pohon. Maka tidak boleh ada seorangpun, kelompok orang atau badan hukum menebang dan memanfaatkan milik negara.

”Saya katakan, tidak ada tafsir yang menjelaskan rekomdasi Walikota itu bermakna menebang. Apa dasarnya Dinas Kehutanan menyatakan bahwa itu tanah hak milik. Apakah Dinas Kehutanan melihat ada sertifikat hak milik. Apakah sudah mengecek keDesa, kelurahan, kecamatan ada leter C nya. Aparat kita di kewilayahan, tidak ada bukti-bukti tanah milik. Dan yang disebut ahkli waris itu tidak satu orang. Akhli waris itu banyak. Kalau itu tanah milik akhli waris, maka akhli waris mana yang mengklaim. Jadi tidak sederhana. Karena itu saya mohon Dinas Kehutanan Jawa Barat lebih berhati-hati untuk menafsirkan surat. Karena kita tidak pernah sekalipun menyebut kata tebang disitu.

Pemkot melalui Dinas Aset kata Ayi, akan terus menelusuri kebenaran fakta hukum dilapangan. Tidak bisa serta merta Pemkot mengambil alih kepemilikan. Semua sangat tergantung status kepemilikan. Jika itu milik masyarakat, tentunya harus oleh warga. Tapi kalau itu milik akhli waris, akhli waris yang mana. Karena akhli waris kemungkinan tidak seorang. Karuhun bisa punya banyak anak. Seorang tidak bisa mengatas namakan akhli waris, kalau tidak bisa dibuktikan dengan surat kuasa dan silsilah yang jelas.

Warga Pasirjati, Deden Aspali yang juga masih akhli waris menyatakan, Pasarean Nagrog Pasirjati adalah tanah karuhun, tidak ada pemiliknya. ”Dari dahulu tanah ini tidak ada legalitasnya. Mungkin karuhun kami sengaja keberadaan tanah ini ditutup, agar barang amanah ini dikemudian hari tidak ada yang mengaku-ngaku ahli waris, apalagi tanpa memiliki bukti otentik berdasrkan hukum”, tuturnya.

Lahan makam ini lanjut Deden, merupakan hak semua warga Pasir Jati. Sekarang ada yang mengklaim dengan tujuan mau ditata, tapi diluar harapan dan keinginan masyarakat. Tidak hanya jati yang kering dan kecil, tapi yang besar dan masih ada kulitnya juga ditebang.

”Kami tidak habis fikir pada mereka ini. Kepanitian juga tidak aspiratif dan akomodatif. Kepanitiaan yang mereka bentuk pun sudah beberapa kali pembenahan. Berganti-ganti dan hingga kini sudah yang ketiga kali. Kapolsek saja belakangan baru tahu dirinya masuk dalam kepanitiaan, termasuk ke Camat juga tidak ada koordinasi”, tutur Deden.

Rekomendasi Walikota Bandung, H. Dada Rosada kata Deden, persyaratan untuk mengajukan ijin tebang, disyaratkan diantaranya harus ada lagalitas kepemilikan tanah. Bukti ini tidak ada, yang ada hanya secuil keterangan dari ahli waris yang isinya siap memback up apapun yang terjadi. Padahal rekomendasi Walikota, isi dan intinya secara politis bukan mendukung atau memberikan ijin penebangan, tapi penataan dan penghijauan.

”Penataan bukan berarti penebangan. Kami sudah musyawarah dengan 100 orang warga Nagrog Pasirjati. Kita menandatangani dan menyatakan sikap agar Dinas Kehutanan Propinsi mengeluarkan perintah menghentikan penebangan”, kata Deden sempat akan demo, tapi tidak dilakukan karena ingin Bandung kondusif dan mengupayakan solusi terbaik bersama masyarakat dan akhli waris lainnya. (www.bandung.go.id)