Pejabat Kemensos RI Nilai Kota Bandung Telah Laksanakan Amanat UU Perlindungan Penca dan Kesejahteraan Sosial

  Perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat, merupakan kewajiban melekat Pemerintah. Kewajiban ini sangat disadari, bis

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:37
Pejabat Kemensos RI Nilai Kota Bandung Telah Laksanakan Amanat UU Perlindungan Penca dan Kesejahteraan Sosial
Pejabat Kemensos RI Nilai Kota Bandung Telah Laksanakan Amanat UU Perlindungan Penca dan Kesejahteraan Sosial

Pelatihan Calon Kader RBM Kota Bandung Tahun 2010

 

Perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat, merupakan kewajiban melekat Pemerintah. Kewajiban ini sangat disadari, bisa terpenuhi jika dilakukan bersama-sama masyarakat, baik secara kelompok maupun individu sebagai wujud dari tanggung jawab sosialnya.

 

Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dalam perlindungan warga kota khususnya para penyandang cacat (penca), dilakukan melalui aksi sosial dengan melalui rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM). Programnya, pembinaan wilayah dalam pencegahan, deteksi dan rehabilitasi yang meliputi pendidikan, kesehatan, sosial dan ketrampilan. "Aksi ini sudah kita laksanakan sejak 2003. Bahkan Pemkot Bandung telah mensyaratkan setiap pembangunan gedung baru, baik untuk kepentingan komersial, perkantoran dan ditempat-tempat rekeasi, wajib dilengkapi aksesibilitas bagi penca," kata Wali Kota Bandung, H Dada Rosada membuka resmi pelatihan calon kader RBM di aula YPAC Bandung Jalan Tamansari 31, Senin (8/11).

 

Disejumlah SKPD di lingkungan Pemkot Bandung, lanjut Dada, sudah ada penca yang menjadi tenaga kontrak kerja (TKK) dan diangkat menjadi CPNS bahkan PNS. "Kita juga ada kewajiban, untuk mengakomodir penca sebesar 1 % yang dimintakan Undang-Undang. Kota Bandung pun sudah punya Perda 26 Tahun 2009 tentang perlindungan penyandang cacat,".

 

RBM sebagai institusi non formal, menurutnya, menjadi salah satu alternatif yang membantu para penca mencapai kemandirian melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Kemandirian itu diantaranya meliputi, penca hidup wajar bersama keluarga, mampu merawat dirinya (mandi, buang air keci/besar, berpakaian), bangkit dari posisi berbaring, menggerakkan anggota badan, bersekolah, berperan dalam masyarakat, mengerjakan pekerjaan rumah tangga serta mencari nafkah.

 

Ditengah ketidak berdayaan fisik atau mental, penca disebutkan Dada, banyak potensi individu yang dapat ditumbuhkan, setidaknya melalui pengembangan semangat hidup dan kemandirian. Kota Bandung cukup banyak penca punya prestasi membanggakan, baik dibidang akademis, seni budaya, olah raga bahkan di bidang industri kreatif. "Di bidang olah raga penca, Kota Bandung mampu meraih juara umum Porcada Jabar 2010. Bukti inisiatif warga membantu memberdayakan penca tumbuh berkembang dengan baik. Fenomena ini menunjukan tingginya kepedulian sosial warga termasuk fasilitasi Tim RBM nya,".

 

Peran masyarakat membantu kemandirian penca, Dada menambahkan, bisa lebih meningkat jika disertai peningkatan pengetahuan dan keterampilan para keder RBM nya, juga diperbanyak. "Pelatihan calon kader RBM hari ini sangat strategis, selain mencetak kader-kader RBM yang lebih memahami teknis pembinaan, akan memperkuat kualitas dan kuantitas pelayanan kepada Penca," ujarnya seraya meminta SKPD terkait dan aparat kewilayahan, lebih memperhatikan lagi mendukung kelancaran tugas-tugas kader.

 

Ketua RBM Kota Bandung, Hj Nani Dada Rosada menuturkan, Kota Bandung pun telah merealisasikan  7 agenda aksi hasil pertemuan di Kota Otsu Jepang, diantaranya pembentukan organisasi kecacatan Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC), Forum Komunikasi Keluarga Dengan Anak Cacat (FKKDAC), Tim RBM tingkat Kota termasuk 30 Tim RBM Kecamatan dengan 1.383 kader RBM. Di Kota Bandung juga, telah dilakukan deteksi dini orang dengan kecacatan.  Hasilnya terdata 10.200 penca. Dilanjut intervensi pembinaan 2.603 penca, 741 penca diantaranya telah mendapat bantuan.

 

Di bidang pendidikan, imbuh Nani, di Kota Bandung berdiri sedikitnya 52 sekolah mulai tingkat TK hingga SLTA dan 47 SLB yang dikelola yayasan. RBM Kota Bandung juga telah mengupayakan pelatihan kewiraswastaan, penempatan tenaga kerja melalaui  penerimaan pegawai di lingkungan Pemkot Bandung, perusahaan swasta serta pelatihan ketrampilan melalui loka bina karya dan bantuan modal usaha, penyediaan jembatan penyeberangan orang (JPO), aksesibilitas di pusat-pusat perbelanjaan,  ketersediaan bantuan 151 kursi roda di tiap kelurahan, bantuan walker dan alat bantu lain, rujukan ke pusat layanan, juga akses informasi dan komunikasi melalui website "rbmkotabandung". "Di 2011 kita juga sduah merencanakan untuk pemantapan petugas pendamping penca sebanyak 75 orang, bimbingan sosial dan keterampilan penca sebanyak  50 orang termasuk pemberian stimulan," tuturnya.

 

"Dibanding jumlah Penca yang harus dibina, RBM Kota Bandung masih dihadapkan persoalan kurangnya jumlah kader. Kita terus mengupayakan dengan terus menambah jumlah kader. Pelatihan calon kader RBM kali ini, diikuti 30 peserta perwakilan 30 kecamatan. Melibatkan nara sumber dari Rumah Sakit Hasan Sadikin, Rumah Sakit Mata Cicendo YPAC dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial," imbuh Nani.

 

Kasubdit rehabilitasi sosial dengan kecacatan tubuh eks kronis Kementerian Sosial RI, M Sabir Gayu menyatakan, kepedulian Kepala Daerah dalam perlindungan Penca seperti yang ditunjukan Wali Kota Bandung, H Dada Rosada beserta isteri, disebutnya sebagai suatu aksi yang luar biasa. "Saya sangat apresiatif dan benar-benar angkat tangan pada RBM Kota Bandung. Saya menilai, sangat pantas jika organisasi Penca dan masyarakat Bandung, mengusulkan Dada Rosada untuk mendapatkan penghargaan dari Presiden. RBM Kota Bandung saya nilai sudah melaksanakan amanah Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat dan Undang Undang Nomor 11 tentang kesejahteraan sosial, juga Perpres maupun PP lainnya terkait penanganan Penca,".

 

Sabir menandaskan, Penca punya hak yang sama dengan warga lain, hak mendapatkan pendidikan, hak dalam bekerja, hak dalam hidup dan hak-hak lain yang ada pada orang normal. Perubahan paradigma kini, imbuhnya, ormas penca se Indonesia sudah mencanangkan bahwa orang cacat tidak mau lagi disebut Penca tapi ingin disebut penyandang disabilitas. "Keinginan yang pantas diperjuangkan, meski di tengah perjalanannya  ada keluar SOTK baru Kemensos, menyebut Penca sebagai orang dengan kecacatan". (www.bandung.go.id)