Diskusi Citarum II

Sebagai upaya untuk memperbaiki sungai Cikapundung dan kawasan sekitarnya sejak tahun 2004 Pemerintah Kota (pemkot) Bandung mencanangkan Gerakan Cikapundung Ber

Hari Sabtu, 13 Agustus 2016 09:38
Diskusi Citarum II
Diskusi Citarum II

Sebagai upaya untuk memperbaiki sungai Cikapundung dan kawasan sekitarnya sejak tahun 2004 Pemerintah Kota (pemkot) Bandung mencanangkan Gerakan Cikapundung Bersih (GCB), selain itu dalam hal teknis operasionalinya melalui tujuh tahapan secara berturut-turut yaitu, bakti sosial; pengerukan sedimen; normalisasi sungai; inventarisasi bangunan di bantaran sungai serta perubahan tata letak bangunan yang semula membelakangi menjadi menghadap sungai; penataan sempadan sungai; pembangunan bangunan air; dan penghijauan.

 

Hal tersebut dikemukakan oleh Wali Kota Bandung Dada Rosada, pada acara diskusi menegani Sungai Citarum dengan tema “mengurai kebijakan penanganan sungai Citarum di 12 Pemerintah Kabupaten / Kota yang dialiri sungai Citarum dalam mewujudkan Citarum sehat dan bersih sebagai sumber kehidupan”, selain Wali Kota Bandung, pembicara dalam diskusi tersebut adalah, Bupati Purwakarta Dedy Mulyadi, Bupati Bandung Dadang M. Naser, Ketua Forum DAS Citarum Eka Santosa, dan Kepala BPLHD Jawa Barat Setiawan Wangsaatmadja.

 

Lebih lanjut Dada menyampaikan Pemkot Bandung telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat melakukan penghijauan di daerah Green Belt khususnya di kawasan Bandung utara, guna memperluas kawasan resapan agar air larian tidak langsung memenuhi badan sungai.

 

“Upaya ini diperkuat pernyataan deklarasi penanganan bersama sungai Cikapundung antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Bandung, dan berbagai elemen masyarakat pada awal tahun ini, untuk memberi solusi atas kendala yang selama ini dihadapi, yakni kegamangan dan ketidakleluasaan menata Sub Das Cikapundung sesuai amanah undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang SDA (Sumber Daya Air),” ujar Dada.

 

Begitu pula dunia usaha, menurut Dada didorong untuk terlibat secara aktif, baik dengan mengolah limbah maupun berpartisipasi aktif dalam Gerakan Cikapundung Bersih. Sedangkan masyarakat difasilitasi untuk terus bergerak membersihkan sungai secara berkala, menanam pohon di bantaran sungai, peningkatan peran untuk menjaga warga lainnya agar tidak membuang sampah ke sungai, serta menjadikan sungai ini menjadi pusat kegiatan olah raga, hiburan, seni budaya, dan kegiatan lainnya yang produktif dan pro-lingkungan.

 

“Singkatnya masyarakat dan dunia usaha telah menjadi bagian dari sistem perencanaan, pelaksanaan, pengen-dalian, dan evaluasi penataan sungai Cikapundung, sekaligus dalam kerangka menumbuhkan rasa memiliki, mencintai, dan menghormati sungai Cikapundung sebagai bagian dari sistem kehidupan,” ungkapnya.

 

Dengan segala upaya, kerja keras, dan keseriusan menurut Dada ternyata sungai Cikapundung baru mengalami perubahan pada tahun ini atau tujuh tahun sejak dicanangkan Gerakan Cikapundung Bersih. Hal tersebut menjadi isyarat bahwa penanganan Das Citarum membutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang, komprehensif, dan terencana.

 

“Hal itu berarti penanganan Citarum tidak cukup hanya dengan cara-cara rutinitas, seremonial, tradisional dari aspek teknis dan pemikiran, apalagi bergantung kepada kucuran anggaran pemerintah, tetapi harus dilakukan dengan bertahap melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan, serta kesinambungan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan,” jelasnya.

 

Dada pun mengemukakan dengan model seperti itu berhasil diterapkan di Kota Bandung dengan indikator, pengangkatan sampah pada tahun 2009 sebanyak 2.200 m3 dan menjadi 1.088 m3 atau menurun 50,55% pada tahun 2010, pengangkatan sedimen pada tahun 2009 sebanyak 3.100 m3 dan menjadi 1.400 m3 atau menurun 54,84% pada tahun 2010, dan sungai Cikapundung saat ini telah menjadi pusat kegiatan sosial, olah raga, seni budaya, dan kini bertambah menjadi tempat anak-anak bermain kukuyaan.

 

Terkait penanganan DAS Citarum, menurut Dada merupakan perpaduan antara penanganan fisik dan sosial secara bersamaan, yang dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah di semua tingkatan, masyarakat, dan dunia usaha. Tanpa sinergi dan kerjasama yang baik di antara para pihak yang terlibat, rasanya mustahil bisa mengembalikan fungsi sungai Citarum seperti sediakala.

 

“Upaya kolektif secara konsisten adalah langkah yang sangat realistis, terutama untuk mengisi ruang-ruang kosong yang belum tersentuh oleh salah satu pihak. Pada posisi inilah diharapkan akan terbangun sistem nilai baru, yang disebut ahli lingkungan "ernes collenbach" sebagai “kaidah ekologis” masyarakat berkelanjutan,” pungkasnya. (www.bandung.go.id)