Festival Musik Bambu Indonesia

Kurangnya penghargaan terhadap seniman tradisional akan menyebabkan seni tradisional mati secara perlahan, "Salah satu problem kesenian tradisional adalah semak

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:40
Festival Musik Bambu Indonesia
Festival Musik Bambu Indonesia

Kurangnya penghargaan terhadap seniman tradisional akan menyebabkan seni tradisional mati secara perlahan, "Salah satu problem kesenian tradisional adalah semakin berkurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni tradisional, para seniman kita sering berlatih namun jarang tampil karena sarana dan prasarana yang masih kurang."

Hal tersebut di ungkapkan Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivanada saat membuka Festival Musik Bambu Indonesia di Pasteur Hyper Point, Jl. Dr. Djundjunan No. 126-128 Bandung, Sabtu (16/02/2013)

Dikatakan lebih lanjut oleh Ayi persoalan semakin berkurangnya apresiasi masyarakat tehadap seni tradisional bukan hanya terjadi di Kota Bandung saja tapi di seluruh Indonesia.

"Untuk menjaga kelestariannya seni tradisional ini harus sering di tampilkan sehingga dikenal lebih luas lagi, bisa diadakan pelatihan-pelatihan di sekolah sekolah supaya anak anak kita lebih mengenal apa itu musik bambu, namun harus diikuti dengan semakin bertambahnya tempat pagerlaran seni, jadwal pagelaran seni yang tetap dan tentu saja bahan baku yang cukup untuk alat musiknya," kata Ayi.

Sam Udjo pengurus Saung Angklung Udjo,  mengungkapkan kekhawatirannya seiring meningkatnya popularitas angklung sebagai warisan dunia dan hasil karya anak bangsa, yang telah di tetapkan UNESCO sebagai warisan dunia.

"Khususnya angklung sekarang sudah diatur dan dikukuhkan UNESCO sebagai heritage budaya benda dunia sehingga semua negara bisa menggunakan angklung seperti layaknya setiap orang memakai alat musik gitar, drum atau keyboard."

Lebih lanjut Sam Udjo mengatakan, "Saat ini angklung sudah menjadi alat musik nasional bahkan internasional, sehingga apabila di negara lain penggunaan angklung lebih maju dan populer jangan disalahkan negara lain namun negara kita yang harus berinstropeksi diri."

Selain penggunaanya, ketersediaan bahan untuk membuat angklung juga menjadi masalah, ia mengatakan untuk mendapatkan bahan baku angklung yang berkualitas baik sangat sulit didapat, dibutuhkan tidak kurang 60.000 "awi hideung" setiap tahunnya, namun jenis bambu tersebut semakin berkurang kuantitasnya.

Dalam acara tersebut ditampilkan pagelaran musik secara bergantian dari 18 komunitas musik bambu dari Bandung dan Jakarta yang melibatkan 250 orang.

"Saya sangat mengapresiasi kegiatan pagelaran musik bambu ini, musik bambu harus terus di kembangkan dan di tampilkan bukan hanya di saung angklung udjo saja namun lebih banyak di tempat tempat lain agar lebih dikenal masyarakat," kata Ayi.

Ayi mengungkapkan, "harmoni istrumen nada nada yang dikeluarkan dari bambu ini sangat luar biasa apabila ditampilkan dan dikenalkan pada masyarakat luas di hotel hotel, mal, dan tempat umum lainnya, ini akan membuat semangat anak anak kita untuk berlatih, jangan sampai orang-orang dari luar negeri kita belajar musik angklung maka 20 tahun yang akan datang kita harus belajar seni tradisional kita ke negeri orang," pesannya.

(www.bandung.go.id)