LEMBARAN DAERAH
KOTA BANDUNG
TAHUN : 2005
NOMOR : 03

PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
NOMOR : 03 TAHUN
2005
TENTANG
PENYELENGGARAAN KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN
KEINDAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA
BANDUNG,
Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan berdasarkan nilai-nilai demokrasi dan pengembangan kehidupan sosial
serta
budaya, melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat guna mendukung Visi Kota Bandung sebagai kota jasa yang
menjunjung
tinggi kedisiplinan akan ketertiban, kebersihan dan keindahan kota, maka perlu
dilakukan pengaturan;
b.
bahwa sehubungan maksud dalam huruf a di atas, maka Peraturan
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 06 Tahun 1995 tentang
Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bandung sudah tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah,
sehingga di pandang perlu untuk diganti;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bandung
tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Keindahan dan Kebersihan;
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa
Yogjakarta (Himpunan Peraturan Negara tentang Pembentukan
Wilayah/Daerah);
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Nomor
3501);
3.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3480);
4.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3501);
5.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3699);
6.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3886);
7.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4235);
8.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4247);
9.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437);
10.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4444);
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang
Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 51,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3177);
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3293);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perubahan
Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bandung (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 34, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3358);
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3529);
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan
Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 34, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4276);
17.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 04
Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran Peraturan Daerah yang memuat Ancaman/Sanksi
Pidana;
18.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10
tahun 1989 tentang Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bandung;
19.
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 14
Tahun 1998 tentang Bangunan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bandung;
20.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 01 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Pembuatan, Perubahan dan Pengundangan Peraturan Daerah Kota
Bandung;
21.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2000 tentang
Pengembangan dan Penataan Kawasan Inti Pusat Kota;
22.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2001 tentang
Kewenangan Daerah Kota Bandung sebagai Daerah Otonom;
23.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Perhubungan;
24.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang
Tata Tertib Pengelolaan Perparkiran;
25.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 tahun 2001 tentang
pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung;
26.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 29 Tahun 2001 tentang
Pengaturan Pelayanan Air Minum;
27.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pengairan di Kota Bandung;
28.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Air Bawah Tanah;
29.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2002 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Industri, Ijin Usaha Perdagangan,
Wajib Daftar
Perusahaan dan Tanda Daftar Gudang;
30.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial;
31
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung;
32.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2004 tentang
Rencana Strategis (Renstra) Kota Bandung Tahun 2004-2008;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG
Dan
WALIKOTA BANDUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENYELENGGARAAN
KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1.
Daerah adalah Kota Bandung.2.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung.3.
Walikota adalah Walikota Bandung.4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.
5.
Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan Pemerintah
Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian pelimpahan
wewenang dari Walikota.
6.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS
adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan
Daerah.
7.
Badan Hukum adalah suatu badan/lembaga yang pendiriannya
telah mendapat pengesahan dari Instansi yang berwenang dengan nama dan dalam
bentuk apapun seperti Koperasi, Yayasan, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah.
8.
Perkumpulan adalah sekumpulan orang yang bergabung dengan
mempunyai kepentingan bersama tanpa membentuk suatu badan hukum yang berdiri
sendiri.
9.
Perusahaan Daerah Kebersihan yang selanjutnya disingkat PD.
Kebersihan adalah Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung.
10.
Perusahaan Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM
adalah Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung.
11.
Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RT
dan RW adalah Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang ada di Daerah.
12.
Ketentraman adalah suatu tatanan yang sesuai dengan kaidah
hukum, norma agama, norma sosial dan peraturan perundang-undangan sehingga
terselenggara sendi-sendi kehidupan yang menjamin rasa aman dan tenang di
Daerah.
13.
Ketertiban adalah suatu keadaan kehidupan yang serba teratur
dan tertata dengan baik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku guna
mewujudkan kehidupan masyarakat yang dinamis, aman, tentram lahir dan
batin.
14.
Kebersihan adalah lingkungan kota yang bersih dari pencemaran
udara, pencemaran air dan sampah.
15.
Keindahan adalah keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman,
estetik dan proporsional.
16.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk
hidup lain.
17.
Sumber pencemaran adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar yang menyebabkan udara, tanah dan air tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
18.
Baku mutu emisi adalah batas kadar maksimum emisi yang
diperbolehkan dimasukan ke dalam lingkungan.
19.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup
mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan
Keindahan.
20.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan memintaminta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap
belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.
21.
Tuna Sosial adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial
termasuk diantaranya Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan Wanita Tuna
Susila.
22.
Tuna Susila adalah orang yang mengadakan hubungan seksual
tanpa didasari dengan perkawinan yang sah dengan mengharapkan imbalan/upah
sebagai balas jasa serta mengganggu ketertiban umum.
23.
Anak Jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada
di jalanan atau tempat-tempat umum (bisa berpindah-pindah) serta mengganggu
ketertiban umum.
24.
Persil adalah sebidang tanah dengan atau tanpa bangunan dalam
wilayah Daerah baik untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun kegiatan lainnya,
kecuali makam.
25.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri dari
Zat Organik dan Anorganik yang dianggap tidak berguna lagi.
26.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat
B3 adalah suatu sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya
dan/atau beracun yang karena sifat suatu dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari dan/atau
merusak lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup
lainnya.
27.
Tempat Sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang disediakan
dan digunakan oleh penghasil sampah.28.
Tempat Penampungan Sampah Sementara yang selanjutnya
disingkat TPS adalah tempat yang disediakan oleh Pemerintah Daerah atau
partisipasi masyarakat untuk menampung sampah buangan dari
masyarakat.
29.
Tempat Pembuangan Sampah Akhir yang selanjutnya disingkat TPA
adalah tempat yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat untuk
menampung atau memusnahkan atau mengolah sampah.
30.
Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari
setiap persil dan memindahkan ke TPS.
31.
Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas Umum.
32.
Daerah Milik Jalan adalah daerah manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu, di luar daerah manfaat jalan.
33.
Daerah Manfaat Jalan adalah suatu daerah yang dimanfaatkan
untuk konstruksi jalan terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
34.
Jalur hijau adalah setiap jalur, tanah yang terbuka tanpa
bangunan yang diperuntukan untuk pelestarian lingkungan.
35.
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan
jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan
pejalan kaki yang bersangkutan.
36.
Bahu Jalan adalah ruang sepanjang dan terletak bersebelahan
dengan tepi luar perkerasan jalan atau jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai
ambang pengaman jalan.
37.
Fasilitas umum adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam
sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah dan
terdiri dari antara lain : jaringan air bersih, jaringan air kotor, jaringan
listrik, jaringan gas, jaringan tilpon, terminal angkutan umum/bus shelter,
kebersihan pembuangan sampah dan pemadam kebakaran.
38.
Saluran adalah setiap galian tanah meliputi selokan, sungai,
saluran terbuka, saluran tertutup berikut gorong-gorong, tanggul tembok dan
pintu air.39.
Sungai adalah pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan.
40.
Air Kotor adalah segala cairan yang meliputi air buangan
rumah tangga dan/atau air buangan domestik, tidak termasuk air buangan industri
dan air hujan.
41.
Air Buangan adalah semua cairan yang dibuang yang berasal
dari seluruh kegiatan manusia, baik yang menggunakan sumber air dari PDAM maupun
sumber lainnya.
42.
Air Buangan Industri adalah air buangan yang berasal dari
suatu proses industri.
43.
Air Tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan
tanah termasuk didalamnya mata air.
44.
Jaringan Air Kotor adalah saluran pembuangan air kotor milik
Perusahaan Daerah Air Minum.
45.
Tangki septik adalah konstruksi kedap air beserta
perlengkapannya pada suatu persil, yang digunakan untuk proses pengolahan tinja
manusia.
46.
Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan
sungai sepanjang kiri kanan.
47.
Jaringan terpisah adalah saluran yang berupa pipa atau
konstruksi lainnya yang digunakan hanya untuk pembuangan air kotor dan air
hujan.
48.
Bangunan adalah setiap yang dibangun di atas persil yang
meliputi rumah, gedung, kantor, pagar dan bangun-bangunan lainnya yang
sejenis.
49.
Bangunan Pengairan adalah bangunan prasarana pengairan baik
yang berwujud saluran ataupun bangunan lainnya.
50.
Jasa Pelayanan Kebersihan adalah pungutan yang dilakukan oleh
PD. Kebersihan kepada seluruh pemilik atau pemakai persil atas penyelenggaraan
kebersihan berupa pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara ke
tempat pembuangan akhir.
51.
Sumber air adalah mata air, air permukaan dan air bawah
tanah.52.
Angkutan Umum adalah Angkutan yang diperuntukan melayani
masyarakat yang memiliki izin sesuai perundang-undangan yang berlaku antara lain
Bis Kota, Bis Antar Kota, Taksi, Angkutan Kota, Angkutan Antar Kota atau
Angkutan lainnya.
53.
Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
dalam lingkungan pemukiman yang meliputi antara lain pendidikan, kesehatan,
belanja dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan
kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka serta pemakaman umum.
KETERTIBAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan ketertiban
umum di Daerah.
Pasal 3
Penyelenggaraan ketertiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
meliputi :
a.
Tertib Jalan, Fasilitas Umum dan Jalur Hijau;b.
Tertib Lingkungan;c.
Tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber Air;d.
Tertib Penghuni Bangunan;e.
Tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan.
Bagian Kedua
Tertib Jalan, Fasilitas Umum dan Jalur Hijau
Pasal 4
(1)
Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan, berlalu
lintas dan mendapat perlindungan dari Pemerintah Daerah.
(2)
Untuk melindungi hak setiap orang, badan hukum atau
perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah melakukan
penertiban penggunaan jalur lalu lintas, trotoar dan bahu jalan, jalur hijau
jalan, jembatan dan penyeberangan orang, melindungi kualitas jalan serta
mengatur lebih lanjut mengenai pelarangan kendaraan bus/truk besar ke jalan
lokal/kolektor sekunder.
Pasal 5
(1)
Dalam rangka penertiban jalur lalu lintas Pemerintah Daerah
melakukan pengaturan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan.
(2)
Jalur lalu lintas diperuntukan bagi lalu lintas umum, dan
trotoar diperuntukan bagi pejalan kaki.
Pasal 6
(1)
Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus
menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan (zebra
cross).
(2)
Jembatan penyeberangan orang dan marka penyeberangan (zebra
cross) diperuntukkan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang
jalan.
Pasal 7
(1)
Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan harus naik atau
turun dari kendaraan di tempat pemberhentian yang telah
ditetapkan.
(2)
Setiap angkutan umum harus berjalan pada ruas jalan yang
telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan berhenti selain di tempat pemberhentian
yang telah ditetapkan.
Pasal 8
(1)
Dalam rangka mengatur kelancaran arus lalu lintas, Pemerintah
Daerah dapat menetapkan jalan satu arah, jalan bebas becak, jalan bebas
sado/delman, jalur bebas parkir dan kawasan tertib lalu lintas pada jalan-jalan
tertentu yang rawan kemacetan.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Bagian Ketiga
Tertib Lingkungan
Pasal 9
Pemerintah Daerah melindungi setiap orang dari gangguan
ketertiban lingkungan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam
Daerah.
Pasal 10
(1)
Pemerintah Daerah melakukan penertiban tempat-tempat hiburan
atau Kegiatan yang menganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat dan/atau
dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.
(2)
Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan
peribadatan / kegiatan keagamaan, Pemerintah Daerah dapat menutup dan atau
menutup sementara tempat-tempat hiburan atau kegiatan yang dapat menggangu
pelaksanaan peribadatan
Pasal 11
Dalam menyelenggarakan ketertiban lingkungan Pemerintah
Daerah mengikutsertakan peran masyarakat di lingkungan RT dan
RW.
Bagian Keempat
Tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber Air
Pasal 12
(1)
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemanfaatan sungai,
saluran irigasi, saluran air, saluran drainase dan pelestarian sumber
air.
(2)
Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat memelihara, menanam
dan melestarikan pohon pelindung di sempadan sungai, saluran air dan sumber
air.
Pasal 13
Dalam menanggulangi bencana alam banjir Pemerintah Daerah
dapat melaksanakan program padat karya penghijauan, penggalian dan pengerukan
sungai serta saluran air dengan mengikutsertakan masyarakat pada lingkungan RT
dan RW.
Bagian Kelima
Tertib Penghuni Bangunan
Pasal 14
(1)
Pemerintah Daerah menyelenggarakan program tertib penghuni
bangunan bagi masyarakat di Daerah.
(2)
Program tertib penghuni bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan mewajibkan masyarakat untuk melakukan kegiatan
:
a.
menanam pohon pelindung/produktif, tanaman hias dan apotek
hidup, warung hidup serta tanaman produktif di halaman dan pekarangan
bangunan;
b.
membuat sumur resapan air hujan pada setiap bangunan baik
bangunan yang ada atau yang akan dibangun, serta pada sarana jalan/gang sesuai
dengan ketentuan teknis yang berlaku;
c.
menyediakan tempat sampah di dalam pekarangan bagian
depan;
d.
memelihara trotoar, selokan (drainase), brandgang, bahu jalan
(berm) yang ada di sekitar bangunan;
e.
memelihara rumput, pohon dan tanaman lainnya di halaman dan
sekitar bangunan;
f.
memelihara bangunan dan pekarangan dengan cara melabur,
mengecat pagar, benteng, bangunan bagian luar, secara berkala dan
berkesinambungan;
g.
pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada huruf f ayat (2),
khusus untuk bangunan dan pekarangan yang berada di sekitar lingkungan jalan
protokol dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali dan
selambat-lambatnya
setiap awal bulan Agustus.
Bagian Keenam
Tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan
Pasal 15
Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap :
a.
tuna sosial, yang tidur dan membuat gubug untuk tempat
tinggal di bawah jembatan, serta tempat lain yang bukan
peruntukannya;
b.
anak Jalanan yang mencari penghasilan dengan mendapat upah
jasa pengelapan mobil dan sejenis di persimpangan jalan dan lampu lalu lintas
(Traffic Light);
c.
setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan yang
menghimpun anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis untuk dimanfaatkan dengan
jalan memintaminta/ mengamen untuk ditarik penghasilannya;
d.
tuna susila yang berkeliaran di taman kota, fasilitas umum,
fasilitas sosial dan tempat-tempat yang digunakan perbuatan
asusila.
Pasal 16
(1)
Pemerintah Daerah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan
keterampilan bagi tuna sosial dan tuna susila.
(2)
Pemerintah Daerah mengupayakan pemulangan tuna wisma,
pengemis, pengamen dan tuna susila dan orang yang terlantar dalan perjalanannya
ke daerah asalnya.
Pasal 17
Pemerintah Daerah menutup tempat-tempat yang dipergunakan
untuk melakukan perbuatan asusila dan/atau kegiatan yang mengarah pada perbuatan
asusila.
Pasal 18
Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan tindak
pencegahan terhadap berkembangnya perbuatan asusila, melalui penertiban
:
a.
peredaran pornografi dan porno aksi dalam segala
bentuknya;
b.
tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat lainnya yang mengarah
pada terjadinya perbuatan asusila.
BAB III
KEBERSIHAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 19
(1)
Di Daerah diselenggarakan pengelolaan kebersihan yang
berwawasan lingkungan.
(2)
Setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan bertanggung
jawab atas kebersihan.
Pasal 20
Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 meliputi rumah
atau bangunan masing-masing serta lingkungan sekitarnya, fasilitas umum dan
fasilitas sosial, kendaraan pribadi, kendaraan dinas, angkutan
umum.
Bagian Kedua
Bersih Udara
Pasal 21
(1)
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
(2)
Untuk melindungi hak setiap orang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Daerah melakukan penertiban penggunaan sarana-sarana yang
berpotensi sebagai sumber pencemar bergerak maupun sumber pencemar tidak
bergerak.
Pasal 22
(1)
Penertiban pencemaran udara dari sumber pencemar tidak
bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi yang telah
ditetapkan Pemerintah, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu udara
ambien di sekitar lokasi kegiatan serta pemeriksaan penataan terhadap ketentuan
persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.
(2)
Setiap pelaku kegiatan usaha yang berpotensi sebagai sumber
pencemar tidak bergerak wajib melakukan pengukuran sebagaimana di maksud pada
ayat (1) dan melakukan pelaporan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk
sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(3)
Penertiban pencemaran udara dari sumber pencemar bergerak
meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi gas buang, pemeriksaan
emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan, dan pemantauan mutu udara ambien di
sekitar jalan.
(4)
Pemerintah Daerah melaksanakan pengukuran baku mutu emisi gas
buang kendaraan bermotor dan pengukuran mutu ambien di sekitar jalan
sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 23
(1)
Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang
secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,
tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa
merokok.
(2)
Pimpinan atau penanggung jawab harus menyediakan tempat khusus
tempat merokok serta menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak menggangu
kesehatan bagi yang tidak merokok.(3)
Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk
merokok dengan ketentuan :
a.
lokasi tempat khusus untuk nerokok terpisah secara fisik /
tidak bercampur dengan kawasan tanpa rokok;
b.
dalam tempat khusus untuk merokok dapat dilengkapi alat
penghisap udara atau memiliki system sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan
yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Bersih Air
Pasal 24
(1)
Setiap bangunan diwajibkan mempunyai jaringan air kotor
termasuk sarana dan prasarana air kotor.
(2)
Jaringan air kotor satu persil harus dibuat secara terpisah
dari jaringan air kotor persil lainnya.
(3)
PDAM memproses dan memberikan ijin penyambungan jaringan air
kotor persil ke jaringan air kotor PDAM.
(4)
Pemilik suatu persil harus menyetujui apabila pihak
Pemerintah Daerah membangun sarana pembuangan air kotor yang dianggap perlu
untuk kepentingan umum.
(5)
Besarnya biaya penyambungan air kotor dan supervisi pembuatan
tangki septik, diatur lebih lanjut oleh Walikota.
(6)
Setiap golongan Niaga dan Industri yang menggunakan sumber
air tanah serta pembuangan air kotornya menggunakan jaringan air kotor,
dikenakan biaya pembuangan yang diatur lebih lanjut oleh
Walikota.
Pasal 25
(1)
Apabila jaringan air kotor telah tersedia, maka air kotor dan
air hujan cara pembuangannya harus dilakukan secara terpisah.
(2)
Pemerintah Daerah menetapkan syarat-syarat dan tatacara
pembuangan air kotor dari jaringan persil ke jaringan air kotor.
(3)
Bilamana di suatu tempat tidak terdapat jaringan air kotor,
maka setiap pemilik bangunan wajib membangun tangki septik yang memenuhi
persyaratan.
Bagian Keempat
Bersih Sampah
Pasal 26
(1)
Penyelenggaraan Kebersihan lingkungan dilaksanakan melalui
koordinasi RT dan RW meliputi kegiatan pewadahan dan/atau pemilahan, penyapuan
dan pengumpulan serta pemindahan sampah dari lingkungannya ke
TPS.
(2)
Penyelenggaraan Kebersihan di kendaraan pribadi, kendaraan
dinas, angkutan umum dengan cara menyediakan tempat sampah.
(3)
Penyelenggaraan Kebersihan di angkutan umum yang menggunakan
tenaga hewan dilakukan dengan cara menyediakan tempat pewadahan baik untuk
sampah pengguna angkutan maupun kotoran hewan.
Pasal 27
(1)
Pelaksanaan pengelolaan sampah pada umumnya meliputi :
a.
pewadahan dan/atau pemilahan;
b.
penyapuan dan pengumpulan;
c.
pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS pada tempat yang
tidak mengganggu lalu lintas (bukan pada badan jalan) dan TPA;
d.
pengolahan antara;
e.
pengangkutan;
f.
pengolahan akhir.(2)
Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sampah meliputi
:
a.
penyapuan jalan utama;
b.
pengakutan sampah dari TPS ke TPA;
c.
pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS dan TPA;
d.
pengolahan dan pemanfaatan sampah.(3)
Atas penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dikenakan biaya jasa kebersihan yang ditetapkan dengan Keputusan
Walikota dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPRD
Pasal 28
(1)
Penyelenggaraan Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25, bertujuan untuk memelihara kelestarian lingkungan dari pencemaran yang
diakibatkan oleh sampah dan limbah.
(2)
Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
secara terpadu oleh Pemerintah Daerah dan peran serta
masyarakat.
Pasal 29
(1)
Setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan yang akan
membuang bekas perabotan, berangkal dan/atau sisa bangunan, tebangan dan/atau
pangkasan pohon dapat meminta jasa pengangkutan kepada PD. Kebersihan atau
membuangnya
langsung ke TPA.
(2)
Untuk pelayanan jasa dimaksud pada ayat (1) dikenakan biaya
jasa pelayanan yang diatur lebih lanjut oleh Walikota dengan terlebih dahulu
konsultasi dengan DPRD.
Pasal 30
Setiap kendaraan baik sebagai angkutan penumpang dan/atau
barang yang bergerak di Daerah wajib dilengkapi tempat sampah.
Pasal 31
Setiap perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah
bahan berbahaya dan beracun wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah
limbah.
BAB IV
KEINDAHAN
Pasal 32
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas keindahan lingkungan
di Daerah.
Pasal 33
(1)
Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban untuk
mewujudkan keindahan.
(2)
Upaya untuk mewujudkan keindahan yang dilaksanakan Pemerintah
Daerah dan masyarakat meliputi penataan dan pemeliharaan :
a.
bangunan dan halaman serta lingkungan sekitarnya;
b.
secara khusus bangunan yang bernilai sejarah;
c.
saluran drainase jalan, dan riol/brandgang;
d.
trotoar dan bahu jalan;
e.
perkerasan jalan dan jembatan;
f.
jalur hijau jalan yang terdiri dari bahu jalan, median jalan
dan pulau jalan;
g.
taman lingkungan;
h.
lahan kosong dan kapling kosong;
i.
lampu penerangan jalan umum;
j.
elemen estetika kota seperti patung, tugu, prasasti, lampu
hias, monumen, kolam hias, air mancur, reklame dan sebagainya;
k.
fasilitas umum dan fasilitas kota lainnya;
l.
ruang terbuka hijau.
Pasal 34
Keindahan lingkungan yang nyaman, estetik dan proporsional
meliputi : Ruang Terbuka Hijau (RTH), penataan dan pemeliharaan Ruang Terbuka
Hijau dan elemen estetika kota dan keseimbangan pembangunan.
Pasal 35
Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban untuk melakukan
penataan dan pemeliharaan RTH yang meliputi :
a.
RTH Kawasan Lingkungan Permukiman;
b.
RTH Lingkungan Perindustrian;
c.
RTH Kawasan Perdagangan dan Perkantoran;
d.
RTH Kawasan Jalur Hijau Jalan;
e.
RTH Kawasan Sempadan Sungai;
f.
RTH Kawasan Jalur Pengaman Utilitas;
g.
RTH Lingkungan Pendidikan;
h.
RTH Gerbang Kota;
i.
RTH Lingkungan Kawasan Konservasi.
BAB V
LARANGAN
Pasal 36
Dalam rangka menciptakan ketertiban lingkungan di Daerah
setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.
mendirikan, melindungi dan merahasiakan tempat yang digunakan
untuk melakukan kegiatan permainan yang mengarah kepada permainan peruntungan
atau mengarah kepada perjudian;
b.
membuat, mengedarkan, menyimpan, menimbun, menjual, menyulut
petasan tanpa ijin;
c.
menjual minuman keras tanpa ijin;
d.
membuat gaduh sekitar tempat tinggal atau membuat sesuatu
yang dapat mengganggu ketentraman orang lain seperti suara binatang, suara
musik, suara kendaraan dan lain-lain;
e.
memperjualkan hewan-hewan yang dilestarikan dan atau
membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di tempat umum;
f.
menangkap dan memelihara binatang-binatang yang
dilestarikan;
g.
membuang benda yang berbau busuk yang dapat mengganggu
penghuni sekitarnya;
h.
bermain layangan, ketepel, panah, melempar batu, senapan
angin dan benda-benda lainnya di jalur lalu lintas.
Pasal 37
Dalam rangka mewujudkan ketertiban di daerah milik jalan,
fasilitas umum dan jalur hijau di Daerah, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau
Perkumpulan, dilarang :
a.
mempergunakan daerah milik jalan selain peruntukan jalan umum
tanpa mendapat ijin dari Walikota;
b.
mempergunakan kendaraan becak baik penumpang maupun pengemudi di
ruas ruas jalan bebas becak yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah;
c.
mengotori dan merusak perkerasan jalan, drainase, jalur hijau
dan fasilitas umum lainnya;
d.
berusaha atau berdagang di trotoar, jalan/badan jalan, taman
jalur hijau dan tempat tempat lain yang bukan peruntukannya tanpa mendapat ijin
dari Walikota;
e.
mempergunakan fasilitas sosial yang bukan peruntukannya tanpa
mendapat ijin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;
f.
membuka, mengambil, memindahkan, membuang dan merusak penutup
riul, tandatanda peringatan, pot-pot bunga, tanda-tanda batas persil,
pipa-pipa-air, gas, listrik, papan nama jalan, lampu penerangan jalan dan
alat-alat semacam itu yang ditetapkan yang berwenang;
g.
mengangkut muatan dengan kendaraan terbuka yang dapat
menimbulkan pengotoran jalan;
h.
mengotori dan merusak jalan akibat dari suatu kegiatan
proyek;
i.
membakar sampah kotoran di badan jalan, jalur hijau, taman
selokan dan tempat umum sehingga mengganggu ketertiban umum;
j.
buang air besar (hajat besar) dan hajat kecil di jalan, jalur
hijau, taman, selokan, tempat umum kecuali di MCK;
k.
mendirikan kios dan berjualan di trotoar, taman, jalur hijau
atau dengan cara apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan kelengkapan taman,
bunga atau tanaman lainnya;
l.
berdiri, duduk, menerobos pagar pemisah jalan, pagar pada
jalur hijau dan pagar di taman;
m.
mencuci mobil, menyimpan, menjadikan garasi, membiarkan
kendaraan dalam keadaan rusak, rongsokan, memperbaiki kendaraan beberapa hari
lamanya dan mengecat kendaraan, tambal ban di bahu jalan dan
trotoar;
n.
memasang portal penghalang jalan dan polisi tidur pada jalan
umum tanpa ijin.
Pasal 38
Dalam rangka mewujudkan ketertiban pada sempadan sungai dan
saluran air di Daerah, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang
:
a.
menggelandang/mengemis di tempat dan di muka umum serta
fasilitas sosial lainnya;
b.
menggelandang tanpa pencaharian;
c.
mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha
lainnya di simpang jalan, lampu merah;
d.
tiduran, membuat gubug untuk tempat tinggal di bawah
jembatan, di atas jembatan penyeberangan dan taman-taman serta fasilitas umum
lainnya;
e.
menghimpun anak-anak jalanan untuk dimanfaatkan
meminta-minta/mengamen untuk ditarik penghasilannya dan penyalahgunaan
pemberdayaan anak;
f.
melakukan perbuatan asusila;
g.
menyediakan, menghimpun wanita tuna susila untuk dipanggil,
memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk berbuat asusila;
h.
menjajakan cinta atau tingkah lakunya yang patut di duga akan
berbuat asusila dengan berada di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum
lainnya serta tempat tempat yang dicurigai akan digunakan sebagai tempat
melakukan perbuatan asusila;
i.
menarik keuntungan dari perbuatan asusila sebagai mata
pencaharian;
j.
menyediakan rumah tempat untuk berbuat asusila.
Pasal 40
Dalam rangka menciptakan kebersihan di Daerah, setiap Orang,
Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.
membuang sampah, kotoran atau barang bekas lainnya di saluran
air/selokan, jalan, berm, trotoar, tempat umum, tempat pelayanan umum dan
tempat-tempat lainnya yang mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan
Keindahan;
b.
mengotori, merusak, membakar atau menghilangkan tempat sampah
yang telah disediakan;
c.
membakar sampah pada tempat-tempat yang dapat
membahayakan;
d.
membuang bangkai hewan di saluran atau sungai baik yang airnya
mengalir ataupun tidak;
e.
menyambungkan jaringan persil air kotor pada Jaringan PDAM tanpa
seijin PDAM.
Pasal 41
Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran
masyarakat akan tanggung jawab keindahan lingkungan, setiap Orang, Badan Hukum
dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.
menyebarkan atau menempelkan selebaran, poster, slogan, pamflet,
kain bendera atau kain bergambar, spanduk dan yang sejenisnya disepanjang jalan,
pada rambu rambu lalu lintas, tiang penerangan jalan, pohon-pohon ataupun di
bangunan bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial;
b.
merubah, merusak, mengganggu pepohonan pelindung jalan dan
tanaman lainnya yang merupakan fasilitas umum dengan benda-benda tempelan,
membongkar, mewarnai yang memberikan pandangan tidak serasi, tidak rapih dan
tidak bersih;
c.
mengotori, merusak, mencorat-coret pada jalan, jembatan dan
bangunan pelengkapnya, rambu-rambu lalu lintas, pohon-pohon ataupun di bangunan
lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial;
d.
menebang, memangkas pohon milik Pemerintah Daerah tanpa
ijin.
BAB VI
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWASAN,
PENERTIBAN DAN PENGHARGAAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 42
Pembinaan penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan di
Daerah dilakukan melalui kegiatan :
a.
sosialisasi produk hukum daerah;
b.
bimbingan dan Penyuluhan kepada masyarakat dan aparat;
c.
pendidikan keterampilan bagi masyarakat;
d.
bimbingan teknis kepada aparat dan pejabat Perangkat
Daerah.
Bagian Kedua
Pengendalian
Pasal 43
Pengendalian penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan
keindahan dilakukan melalui kegiatan perijinan, pengawasan dan
penertiban.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 44
Walikota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
ketertiban, kebersihan dan keindahan yang dilakukan melalui kegiatan pemantauan,
pelaporan dan evaluasi secara rutin.
Bagian Keempat
Penertiban
Pasal 45
(1)
Dalam melakukan penertiban, Walikota dapat menunjuk pejabat
yang berwenang berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.
(2)
Penertiban terhadap pelanggaran ketertiban, kebersihan dan
keindahan dilakukan berdasarkan temuan langsung di lapangan atau berupa laporan
baik dari unsur masyarakat maupun aparat.
(3)
Bentuk penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dapat berupa pemberian sanksi.
(4)
Dalam hal tertentu, dalam rangka pelaksanaan ketertiban
Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan aparat Kepolisian Republik Indonesia dan
Tentara Nasional Indonesia.
Bagian Kelima
Penghargaan
Pasal 46
(1)
Dalam rangka meningkatkan rasa tanggung jawab dan peran serta
Orang/Badan Hukum dan Perkumpulan dalam penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan
dan Keindahan dilakukan penilaian secara periodik.
(2)
Penilaian sebagaimana diatur pada ayat (1) adalah sebagai
dasar pemberian penghargaan.
(3)
Pelaksanaan, standarisasi nilai dan bentuk penghargaan diatur
lebih lanjut oleh Walikota.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1)
Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini,
dilaksanakan oleh Penyidik Umum dan/atau oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah.
(2)
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b.
Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian
dan melakukan pemeriksaan;
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri Tersangka;
d.
Melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e.
Mengambil sidik jari dan memotret Tersangka;
f.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
Tersangka atau Saksi;
g.
Mendatangkan seorang Ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h.
Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk
dari Penuntut Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan
hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka
atau
keluarganya;
i.
Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB VIII
KETENTUAN SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
(1)
Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 6, Pasal 7, Pasal
14 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (3),
Pasal 26, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40,
serta Pasal 41 dikenakan pembebanan biaya Paksaa