Peraturan Daerah Kota Bandung No. 3 Tahun 2005

LEMBARAN DAERAHKOTA BANDUNG TAHUN : 2005   NOMOR : 03    PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNGNOMOR : 03 TAHUN 2005TENTANGPENYELENGGARAAN KETERTIBAN, KEBER

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:32
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 3 Tahun 2005
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 3 Tahun 2005

LEMBARAN DAERAH
KOTA BANDUNG

TAHUN : 2005   NOMOR : 03 

logobw.jpg

 line.jpg

PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
NOMOR : 03 TAHUN 2005
TENTANG
PENYELENGGARAAN KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDUNG,

Menimbang :

a.

bahwa dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan berdasarkan nilai-nilai demokrasi dan pengembangan kehidupan sosial serta
budaya, melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat guna mendukung Visi Kota Bandung sebagai kota jasa yang
menjunjung tinggi kedisiplinan akan ketertiban, kebersihan dan keindahan kota, maka perlu dilakukan pengaturan;

  b.

bahwa sehubungan maksud dalam huruf a di atas, maka Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 06 Tahun 1995 tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung sudah tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga di pandang perlu untuk diganti;

  c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Keindahan dan Kebersihan;

Mengingat : 1.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogjakarta (Himpunan Peraturan Negara tentang Pembentukan Wilayah/Daerah);

  2.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3501);

  3.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3480);

  4.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

  5.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3699);

  6.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

  7.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);

  8.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4247);

  9.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

  10.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);

  11.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3177);

  12.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293);

  13.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3358);

  14.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3529);

  15.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

  16.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);

  17.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 04 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah yang memuat Ancaman/Sanksi Pidana;

  18.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 tahun 1989 tentang Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung;

  19.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 14 Tahun 1998 tentang Bangunan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung;

  20.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 01 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembuatan, Perubahan dan Pengundangan Peraturan Daerah Kota Bandung;

  21.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2000 tentang Pengembangan dan Penataan Kawasan Inti Pusat Kota;

  22.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2001 tentang Kewenangan Daerah Kota Bandung sebagai Daerah Otonom;

  23.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan;

  24.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang Tata Tertib Pengelolaan Perparkiran;

  25.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 tahun 2001 tentang pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung;

  26. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 29 Tahun 2001 tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum;  27.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pengairan di Kota Bandung;

  28.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah;

  29.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Industri, Ijin Usaha Perdagangan, Wajib Daftar
Perusahaan dan Tanda Daftar Gudang;

  30.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 29 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial;

  31

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung;

  32.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kota Bandung Tahun 2004-2008;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG
Dan
WALIKOTA BANDUNG
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN, KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Kota Bandung.2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung.3. Walikota adalah Walikota Bandung.4.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.

5.

Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang tertentu dan mendapat pendelegasian pelimpahan wewenang dari Walikota.

6.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.

7.

Badan Hukum adalah suatu badan/lembaga yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Instansi yang berwenang dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti Koperasi, Yayasan, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah.

8.

Perkumpulan adalah sekumpulan orang yang bergabung dengan mempunyai kepentingan bersama tanpa membentuk suatu badan hukum yang berdiri sendiri.

9.

Perusahaan Daerah Kebersihan yang selanjutnya disingkat PD. Kebersihan adalah Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung.

10.

Perusahaan Daerah Air Minum yang selanjutnya disingkat PDAM adalah Perusahaan Daerah Air Minum Kota Bandung.

11.

Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RT dan RW adalah Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang ada di Daerah.

12.

Ketentraman adalah suatu tatanan yang sesuai dengan kaidah hukum, norma agama, norma sosial dan peraturan perundang-undangan sehingga terselenggara sendi-sendi kehidupan yang menjamin rasa aman dan tenang di Daerah.

13.

Ketertiban adalah suatu keadaan kehidupan yang serba teratur dan tertata dengan baik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang dinamis, aman, tentram lahir dan batin.

14.

Kebersihan adalah lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah.

15.

Keindahan adalah keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional.

16.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

17.

Sumber pencemaran adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar yang menyebabkan udara, tanah dan air tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

18.

Baku mutu emisi adalah batas kadar maksimum emisi yang diperbolehkan dimasukan ke dalam lingkungan.

19.

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum serta mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.

20.

Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan memintaminta dimuka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain serta mengganggu ketertiban umum.

21.

Tuna Sosial adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial termasuk diantaranya Gelandangan, Pengemis, Pengamen dan Wanita Tuna Susila.

22.

Tuna Susila adalah orang yang mengadakan hubungan seksual tanpa didasari dengan perkawinan yang sah dengan mengharapkan imbalan/upah sebagai balas jasa serta mengganggu ketertiban umum.

23.

Anak Jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau tempat-tempat umum (bisa berpindah-pindah) serta mengganggu ketertiban umum.

24.

Persil adalah sebidang tanah dengan atau tanpa bangunan dalam wilayah Daerah baik untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun kegiatan lainnya, kecuali makam.

25.

Sampah adalah limbah yang bersifat padat yang terdiri dari Zat Organik dan Anorganik yang dianggap tidak berguna lagi.

26.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah suatu sisa usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat suatu dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.

27. Tempat Sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang disediakan dan digunakan oleh penghasil sampah.28.

Tempat Penampungan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat yang disediakan oleh Pemerintah Daerah atau partisipasi masyarakat untuk menampung sampah buangan dari masyarakat.

29.

Tempat Pembuangan Sampah Akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sebagai tempat untuk menampung atau memusnahkan atau mengolah sampah.

30.

Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengumpulkan sampah dari setiap persil dan memindahkan ke TPS.

31.

Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas Umum.

32.

Daerah Milik Jalan adalah daerah manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu, di luar daerah manfaat jalan.

33.

Daerah Manfaat Jalan adalah suatu daerah yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.

34.

Jalur hijau adalah setiap jalur, tanah yang terbuka tanpa bangunan yang diperuntukan untuk pelestarian lingkungan.

35.

Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan.

36.

Bahu Jalan adalah ruang sepanjang dan terletak bersebelahan dengan tepi luar perkerasan jalan atau jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai ambang pengaman jalan.

37.

Fasilitas umum adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah dan terdiri dari antara lain : jaringan air bersih, jaringan air kotor, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan tilpon, terminal angkutan umum/bus shelter, kebersihan pembuangan sampah dan pemadam kebakaran.

38. Saluran adalah setiap galian tanah meliputi selokan, sungai, saluran terbuka, saluran tertutup berikut gorong-gorong, tanggul tembok dan pintu air.39.

Sungai adalah pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

40.

Air Kotor adalah segala cairan yang meliputi air buangan rumah tangga dan/atau air buangan domestik, tidak termasuk air buangan industri dan air hujan.

41.

Air Buangan adalah semua cairan yang dibuang yang berasal dari seluruh kegiatan manusia, baik yang menggunakan sumber air dari PDAM maupun sumber lainnya.

42.

Air Buangan Industri adalah air buangan yang berasal dari suatu proses industri.

43.

Air Tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah termasuk didalamnya mata air.

44.

Jaringan Air Kotor adalah saluran pembuangan air kotor milik Perusahaan Daerah Air Minum.

45.

Tangki septik adalah konstruksi kedap air beserta perlengkapannya pada suatu persil, yang digunakan untuk proses pengolahan tinja manusia.

46.

Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai sepanjang kiri kanan.

47.

Jaringan terpisah adalah saluran yang berupa pipa atau konstruksi lainnya yang digunakan hanya untuk pembuangan air kotor dan air hujan.

48.

Bangunan adalah setiap yang dibangun di atas persil yang meliputi rumah, gedung, kantor, pagar dan bangun-bangunan lainnya yang sejenis.

49.

Bangunan Pengairan adalah bangunan prasarana pengairan baik yang berwujud saluran ataupun bangunan lainnya.

50.

Jasa Pelayanan Kebersihan adalah pungutan yang dilakukan oleh PD. Kebersihan kepada seluruh pemilik atau pemakai persil atas penyelenggaraan kebersihan berupa pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara ke tempat pembuangan akhir.

51. Sumber air adalah mata air, air permukaan dan air bawah tanah.52.

Angkutan Umum adalah Angkutan yang diperuntukan melayani masyarakat yang memiliki izin sesuai perundang-undangan yang berlaku antara lain Bis Kota, Bis Antar Kota, Taksi, Angkutan Kota, Angkutan Antar Kota atau Angkutan lainnya.

53.

Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan pemukiman yang meliputi antara lain pendidikan, kesehatan, belanja dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka serta pemakaman umum.

BAB II

KETERTIBAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan ketertiban umum di Daerah.
Pasal 3
Penyelenggaraan ketertiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi :

a. Tertib Jalan, Fasilitas Umum dan Jalur Hijau;b. Tertib Lingkungan;c. Tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber Air;d. Tertib Penghuni Bangunan;e. Tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan.

Bagian Kedua
Tertib Jalan, Fasilitas Umum dan Jalur Hijau
Pasal 4

(1)

Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan, berlalu lintas dan mendapat perlindungan dari Pemerintah Daerah.

(2)

Untuk melindungi hak setiap orang, badan hukum atau perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban penggunaan jalur lalu lintas, trotoar dan bahu jalan, jalur hijau jalan, jembatan dan penyeberangan orang, melindungi kualitas jalan serta mengatur lebih lanjut mengenai pelarangan kendaraan bus/truk besar ke jalan lokal/kolektor sekunder.
Pasal 5

(1)

Dalam rangka penertiban jalur lalu lintas Pemerintah Daerah melakukan pengaturan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan.

(2)

Jalur lalu lintas diperuntukan bagi lalu lintas umum, dan trotoar diperuntukan bagi pejalan kaki.
Pasal 6

(1)

Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan (zebra cross).

(2)

Jembatan penyeberangan orang dan marka penyeberangan (zebra cross) diperuntukkan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang jalan.
Pasal 7

(1)

Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan harus naik atau turun dari kendaraan di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.

(2)

Setiap angkutan umum harus berjalan pada ruas jalan yang telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan berhenti selain di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.
Pasal 8

(1)

Dalam rangka mengatur kelancaran arus lalu lintas, Pemerintah Daerah dapat menetapkan jalan satu arah, jalan bebas becak, jalan bebas sado/delman, jalur bebas parkir dan kawasan tertib lalu lintas pada jalan-jalan tertentu yang rawan kemacetan.

(2)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Bagian Ketiga
Tertib Lingkungan
Pasal 9
Pemerintah Daerah melindungi setiap orang dari gangguan ketertiban lingkungan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam Daerah.
Pasal 10

(1)

Pemerintah Daerah melakukan penertiban tempat-tempat hiburan atau Kegiatan yang menganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat dan/atau dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.

(2)

Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan peribadatan / kegiatan keagamaan, Pemerintah Daerah dapat menutup dan atau menutup sementara tempat-tempat hiburan atau kegiatan yang dapat menggangu pelaksanaan peribadatan
Pasal 11
Dalam menyelenggarakan ketertiban lingkungan Pemerintah Daerah mengikutsertakan peran masyarakat di lingkungan RT dan RW.
Bagian Keempat
Tertib Sungai, Saluran Air dan Sumber Air
Pasal 12

(1)

Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemanfaatan sungai, saluran irigasi, saluran air, saluran drainase dan pelestarian sumber air.

(2)

Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat memelihara, menanam dan melestarikan pohon pelindung di sempadan sungai, saluran air dan sumber air.
Pasal 13
Dalam menanggulangi bencana alam banjir Pemerintah Daerah dapat melaksanakan program padat karya penghijauan, penggalian dan pengerukan sungai serta saluran air dengan mengikutsertakan masyarakat pada lingkungan RT dan RW.
Bagian Kelima
Tertib Penghuni Bangunan
Pasal 14

(1)

Pemerintah Daerah menyelenggarakan program tertib penghuni bangunan bagi masyarakat di Daerah.

(2)

Program tertib penghuni bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mewajibkan masyarakat untuk melakukan kegiatan :

 

a.

menanam pohon pelindung/produktif, tanaman hias dan apotek hidup, warung hidup serta tanaman produktif di halaman dan pekarangan bangunan;

 

b.

membuat sumur resapan air hujan pada setiap bangunan baik bangunan yang ada atau yang akan dibangun, serta pada sarana jalan/gang sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku;

 

c.

menyediakan tempat sampah di dalam pekarangan bagian depan;

 

d.

memelihara trotoar, selokan (drainase), brandgang, bahu jalan (berm) yang ada di sekitar bangunan;

 

e.

memelihara rumput, pohon dan tanaman lainnya di halaman dan sekitar bangunan;

 

f.

memelihara bangunan dan pekarangan dengan cara melabur, mengecat pagar, benteng, bangunan bagian luar, secara berkala dan berkesinambungan;

 

g.

pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada huruf f ayat (2), khusus untuk bangunan dan pekarangan yang berada di sekitar lingkungan jalan protokol dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali dan selambat-lambatnya
setiap awal bulan Agustus.
Bagian Keenam
Tertib Tuna Sosial dan Anak Jalanan
Pasal 15

Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap :

a.

tuna sosial, yang tidur dan membuat gubug untuk tempat tinggal di bawah jembatan, serta tempat lain yang bukan peruntukannya;
b.

anak Jalanan yang mencari penghasilan dengan mendapat upah jasa pengelapan mobil dan sejenis di persimpangan jalan dan lampu lalu lintas (Traffic Light);
c.

setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan yang menghimpun anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis untuk dimanfaatkan dengan jalan memintaminta/ mengamen untuk ditarik penghasilannya;
d.

tuna susila yang berkeliaran di taman kota, fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat-tempat yang digunakan perbuatan asusila.
Pasal 16

(1)

Pemerintah Daerah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan keterampilan bagi tuna sosial dan tuna susila.

(2)

Pemerintah Daerah mengupayakan pemulangan tuna wisma, pengemis, pengamen dan tuna susila dan orang yang terlantar dalan perjalanannya ke daerah asalnya.
Pasal 17
Pemerintah Daerah menutup tempat-tempat yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan asusila dan/atau kegiatan yang mengarah pada perbuatan asusila.
Pasal 18
Pemerintah Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan tindak pencegahan terhadap berkembangnya perbuatan asusila, melalui penertiban :
a.

peredaran pornografi dan porno aksi dalam segala bentuknya;

b.

tempat-tempat hiburan dan tempat-tempat lainnya yang mengarah pada terjadinya perbuatan asusila.
BAB III
KEBERSIHAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 19

(1)

Di Daerah diselenggarakan pengelolaan kebersihan yang berwawasan lingkungan.

(2)

Setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan bertanggung jawab atas kebersihan.
Pasal 20
Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 meliputi rumah atau bangunan masing-masing serta lingkungan sekitarnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial, kendaraan pribadi, kendaraan dinas, angkutan umum.
Bagian Kedua
Bersih Udara
Pasal 21

(1)

Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(2)

Untuk melindungi hak setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melakukan penertiban penggunaan sarana-sarana yang berpotensi sebagai sumber pencemar bergerak maupun sumber pencemar tidak bergerak.
Pasal 22

(1)

Penertiban pencemaran udara dari sumber pencemar tidak bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi yang telah ditetapkan Pemerintah, pemantauan emisi yang keluar dari kegiatan dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan serta pemeriksaan penataan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.

(2)

Setiap pelaku kegiatan usaha yang berpotensi sebagai sumber pencemar tidak bergerak wajib melakukan pengukuran sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan melakukan pelaporan kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali.

(3)

Penertiban pencemaran udara dari sumber pencemar bergerak meliputi pengawasan terhadap penaatan baku mutu emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan, dan pemantauan mutu udara ambien di sekitar jalan.

(4)

Pemerintah Daerah melaksanakan pengukuran baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor dan pengukuran mutu ambien di sekitar jalan sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
Pasal 23

(1)

Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa merokok.

(2) Pimpinan atau penanggung jawab harus menyediakan tempat khusus tempat merokok serta menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak menggangu kesehatan bagi yang tidak merokok.(3)

Dalam angkutan umum dapat disediakan tempat khusus untuk merokok dengan ketentuan :

 

a.

lokasi tempat khusus untuk nerokok terpisah secara fisik / tidak bercampur dengan kawasan tanpa rokok;

 

b.

dalam tempat khusus untuk merokok dapat dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki system sirkulasi udara yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Bersih Air
Pasal 24

(1)

Setiap bangunan diwajibkan mempunyai jaringan air kotor termasuk sarana dan prasarana air kotor.

(2)

Jaringan air kotor satu persil harus dibuat secara terpisah dari jaringan air kotor persil lainnya.

(3)

PDAM memproses dan memberikan ijin penyambungan jaringan air kotor persil ke jaringan air kotor PDAM.

(4)

Pemilik suatu persil harus menyetujui apabila pihak Pemerintah Daerah membangun sarana pembuangan air kotor yang dianggap perlu untuk kepentingan umum.

(5)

Besarnya biaya penyambungan air kotor dan supervisi pembuatan tangki septik, diatur lebih lanjut oleh Walikota.

(6)

Setiap golongan Niaga dan Industri yang menggunakan sumber air tanah serta pembuangan air kotornya menggunakan jaringan air kotor, dikenakan biaya pembuangan yang diatur lebih lanjut oleh Walikota.
Pasal 25

(1)

Apabila jaringan air kotor telah tersedia, maka air kotor dan air hujan cara pembuangannya harus dilakukan secara terpisah.

(2)

Pemerintah Daerah menetapkan syarat-syarat dan tatacara pembuangan air kotor dari jaringan persil ke jaringan air kotor.

(3)

Bilamana di suatu tempat tidak terdapat jaringan air kotor, maka setiap pemilik bangunan wajib membangun tangki septik yang memenuhi persyaratan.
Bagian Keempat
Bersih Sampah
Pasal 26

(1)

Penyelenggaraan Kebersihan lingkungan dilaksanakan melalui koordinasi RT dan RW meliputi kegiatan pewadahan dan/atau pemilahan, penyapuan dan pengumpulan serta pemindahan sampah dari lingkungannya ke TPS.

(2)

Penyelenggaraan Kebersihan di kendaraan pribadi, kendaraan dinas, angkutan umum dengan cara menyediakan tempat sampah.

(3)

Penyelenggaraan Kebersihan di angkutan umum yang menggunakan tenaga hewan dilakukan dengan cara menyediakan tempat pewadahan baik untuk sampah pengguna angkutan maupun kotoran hewan.
Pasal 27

(1) Pelaksanaan pengelolaan sampah pada umumnya meliputi : 

a.

pewadahan dan/atau pemilahan; 

b.

penyapuan dan pengumpulan; 

c.

pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS pada tempat yang tidak mengganggu lalu lintas (bukan pada badan jalan) dan TPA;

 

d.

pengolahan antara; 

e.

pengangkutan; 

f.

pengolahan akhir.(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pengelolaan sampah meliputi : 

a.

penyapuan jalan utama; 

b.

pengakutan sampah dari TPS ke TPA; 

c.

pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS dan TPA; 

d.

pengolahan dan pemanfaatan sampah.(3)

Atas penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan biaya jasa kebersihan yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPRD
Pasal 28

(1)

Penyelenggaraan Kebersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, bertujuan untuk memelihara kelestarian lingkungan dari pencemaran yang diakibatkan oleh sampah dan limbah.

(2)

Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah dan peran serta masyarakat.
Pasal 29

(1)

Setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan yang akan membuang bekas perabotan, berangkal dan/atau sisa bangunan, tebangan dan/atau pangkasan pohon dapat meminta jasa pengangkutan kepada PD. Kebersihan atau membuangnya
langsung ke TPA.

(2)

Untuk pelayanan jasa dimaksud pada ayat (1) dikenakan biaya jasa pelayanan yang diatur lebih lanjut oleh Walikota dengan terlebih dahulu konsultasi dengan DPRD.
Pasal 30
Setiap kendaraan baik sebagai angkutan penumpang dan/atau barang yang bergerak di Daerah wajib dilengkapi tempat sampah.
Pasal 31
Setiap perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah limbah.
BAB IV
KEINDAHAN
Pasal 32
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas keindahan lingkungan di Daerah.
Pasal 33

(1)

Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban untuk mewujudkan keindahan.

(2)

Upaya untuk mewujudkan keindahan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah dan masyarakat meliputi penataan dan pemeliharaan :

 

a.

bangunan dan halaman serta lingkungan sekitarnya; 

b.

secara khusus bangunan yang bernilai sejarah; 

c.

saluran drainase jalan, dan riol/brandgang; 

d.

trotoar dan bahu jalan; 

e.

perkerasan jalan dan jembatan; 

f.

jalur hijau jalan yang terdiri dari bahu jalan, median jalan dan pulau jalan;

 

g.

taman lingkungan; 

h.

lahan kosong dan kapling kosong; 

i.

lampu penerangan jalan umum; 

j.

elemen estetika kota seperti patung, tugu, prasasti, lampu hias, monumen, kolam hias, air mancur, reklame dan sebagainya;

 

k.

fasilitas umum dan fasilitas kota lainnya; 

l.

ruang terbuka hijau.

Pasal 34
Keindahan lingkungan yang nyaman, estetik dan proporsional meliputi : Ruang Terbuka Hijau (RTH), penataan dan pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau dan elemen estetika kota dan keseimbangan pembangunan.
Pasal 35
Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban untuk melakukan penataan dan pemeliharaan RTH yang meliputi :
a.

RTH Kawasan Lingkungan Permukiman;

b.

RTH Lingkungan Perindustrian;

c.

RTH Kawasan Perdagangan dan Perkantoran;

d.

RTH Kawasan Jalur Hijau Jalan;

e.

RTH Kawasan Sempadan Sungai;

f.

RTH Kawasan Jalur Pengaman Utilitas;

g.

RTH Lingkungan Pendidikan;

h.

RTH Gerbang Kota;

i.

RTH Lingkungan Kawasan Konservasi.

BAB V
LARANGAN
Pasal 36
Dalam rangka menciptakan ketertiban lingkungan di Daerah setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.

mendirikan, melindungi dan merahasiakan tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan permainan yang mengarah kepada permainan peruntungan atau mengarah kepada perjudian;
b.

membuat, mengedarkan, menyimpan, menimbun, menjual, menyulut petasan tanpa ijin;
c.

menjual minuman keras tanpa ijin;

d.

membuat gaduh sekitar tempat tinggal atau membuat sesuatu yang dapat mengganggu ketentraman orang lain seperti suara binatang, suara musik, suara kendaraan dan lain-lain;
e.

memperjualkan hewan-hewan yang dilestarikan dan atau membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di tempat umum;
f.

menangkap dan memelihara binatang-binatang yang dilestarikan;

g.

membuang benda yang berbau busuk yang dapat mengganggu penghuni sekitarnya;
h.

bermain layangan, ketepel, panah, melempar batu, senapan angin dan benda-benda lainnya di jalur lalu lintas.
Pasal 37
Dalam rangka mewujudkan ketertiban di daerah milik jalan, fasilitas umum dan jalur hijau di Daerah, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.

mempergunakan daerah milik jalan selain peruntukan jalan umum tanpa mendapat ijin dari Walikota;
b.

mempergunakan kendaraan becak baik penumpang maupun pengemudi di ruas ruas jalan bebas becak yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;

c.

mengotori dan merusak perkerasan jalan, drainase, jalur hijau dan fasilitas umum lainnya;
d.

berusaha atau berdagang di trotoar, jalan/badan jalan, taman jalur hijau dan tempat tempat lain yang bukan peruntukannya tanpa mendapat ijin dari Walikota;
e.

mempergunakan fasilitas sosial yang bukan peruntukannya tanpa mendapat ijin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;
f.

membuka, mengambil, memindahkan, membuang dan merusak penutup riul, tandatanda peringatan, pot-pot bunga, tanda-tanda batas persil, pipa-pipa-air, gas, listrik, papan nama jalan, lampu penerangan jalan dan alat-alat semacam itu yang ditetapkan yang berwenang;
g.

mengangkut muatan dengan kendaraan terbuka yang dapat menimbulkan pengotoran jalan;
h.

mengotori dan merusak jalan akibat dari suatu kegiatan proyek;

i.

membakar sampah kotoran di badan jalan, jalur hijau, taman selokan dan tempat umum sehingga mengganggu ketertiban umum;
j.

buang air besar (hajat besar) dan hajat kecil di jalan, jalur hijau, taman, selokan, tempat umum kecuali di MCK;
k.

mendirikan kios dan berjualan di trotoar, taman, jalur hijau atau dengan cara apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan kelengkapan taman, bunga atau tanaman lainnya;
l.

berdiri, duduk, menerobos pagar pemisah jalan, pagar pada jalur hijau dan pagar di taman;
m.

mencuci mobil, menyimpan, menjadikan garasi, membiarkan kendaraan dalam keadaan rusak, rongsokan, memperbaiki kendaraan beberapa hari lamanya dan mengecat kendaraan, tambal ban di bahu jalan dan trotoar;
n.

memasang portal penghalang jalan dan polisi tidur pada jalan umum tanpa ijin.
Pasal 38
Dalam rangka mewujudkan ketertiban pada sempadan sungai dan saluran air di Daerah, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.

menggelandang/mengemis di tempat dan di muka umum serta fasilitas sosial lainnya;
b.

menggelandang tanpa pencaharian;

c.

mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha lainnya di simpang jalan, lampu merah;
d.

tiduran, membuat gubug untuk tempat tinggal di bawah jembatan, di atas jembatan penyeberangan dan taman-taman serta fasilitas umum lainnya;
e.

menghimpun anak-anak jalanan untuk dimanfaatkan meminta-minta/mengamen untuk ditarik penghasilannya dan penyalahgunaan pemberdayaan anak;
f.

melakukan perbuatan asusila;

g.

menyediakan, menghimpun wanita tuna susila untuk dipanggil, memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk berbuat asusila;
h.

menjajakan cinta atau tingkah lakunya yang patut di duga akan berbuat asusila dengan berada di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya serta tempat tempat yang dicurigai akan digunakan sebagai tempat melakukan perbuatan asusila;
i.

menarik keuntungan dari perbuatan asusila sebagai mata pencaharian;
j.

menyediakan rumah tempat untuk berbuat asusila.

Pasal 40
Dalam rangka menciptakan kebersihan di Daerah, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.

membuang sampah, kotoran atau barang bekas lainnya di saluran air/selokan, jalan, berm, trotoar, tempat umum, tempat pelayanan umum dan tempat-tempat lainnya yang mengganggu Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan;
b.

mengotori, merusak, membakar atau menghilangkan tempat sampah yang telah disediakan;
c.

membakar sampah pada tempat-tempat yang dapat membahayakan;

d.

membuang bangkai hewan di saluran atau sungai baik yang airnya mengalir ataupun tidak;

e.

menyambungkan jaringan persil air kotor pada Jaringan PDAM tanpa seijin PDAM.

Pasal 41
Dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab keindahan lingkungan, setiap Orang, Badan Hukum dan/atau Perkumpulan, dilarang :
a.

menyebarkan atau menempelkan selebaran, poster, slogan, pamflet, kain bendera atau kain bergambar, spanduk dan yang sejenisnya disepanjang jalan, pada rambu rambu lalu lintas, tiang penerangan jalan, pohon-pohon ataupun di bangunan bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial;

b.

merubah, merusak, mengganggu pepohonan pelindung jalan dan tanaman lainnya yang merupakan fasilitas umum dengan benda-benda tempelan, membongkar, mewarnai yang memberikan pandangan tidak serasi, tidak rapih dan tidak bersih;
c.

mengotori, merusak, mencorat-coret pada jalan, jembatan dan bangunan pelengkapnya, rambu-rambu lalu lintas, pohon-pohon ataupun di bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial;
d.

menebang, memangkas pohon milik Pemerintah Daerah tanpa ijin.

BAB VI
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWASAN,
PENERTIBAN DAN PENGHARGAAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 42

Pembinaan penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan di Daerah dilakukan melalui kegiatan :

a.

sosialisasi produk hukum daerah;

b.

bimbingan dan Penyuluhan kepada masyarakat dan aparat;

c.

pendidikan keterampilan bagi masyarakat;

d.

bimbingan teknis kepada aparat dan pejabat Perangkat Daerah.

Bagian Kedua
Pengendalian
Pasal 43
Pengendalian penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan dilakukan melalui kegiatan perijinan, pengawasan dan penertiban.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 44
Walikota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan yang dilakukan melalui kegiatan pemantauan, pelaporan dan evaluasi secara rutin.
Bagian Keempat
Penertiban
Pasal 45

(1)

Dalam melakukan penertiban, Walikota dapat menunjuk pejabat yang berwenang berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.

(2)

Penertiban terhadap pelanggaran ketertiban, kebersihan dan keindahan dilakukan berdasarkan temuan langsung di lapangan atau berupa laporan baik dari unsur masyarakat maupun aparat.

(3)

Bentuk penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa pemberian sanksi.

(4)

Dalam hal tertentu, dalam rangka pelaksanaan ketertiban Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan aparat Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia.
Bagian Kelima
Penghargaan
Pasal 46

(1)

Dalam rangka meningkatkan rasa tanggung jawab dan peran serta Orang/Badan Hukum dan Perkumpulan dalam penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan dilakukan penilaian secara periodik.

(2)

Penilaian sebagaimana diatur pada ayat (1) adalah sebagai dasar pemberian penghargaan.

(3)

Pelaksanaan, standarisasi nilai dan bentuk penghargaan diatur lebih lanjut oleh Walikota.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 47

(1)

Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilaksanakan oleh Penyidik Umum dan/atau oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.

(2)

Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :

 

a.

Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

 

b.

Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;

 

c.

Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri Tersangka;

 

d.

Melakukan penyitaan benda dan/atau surat; 

e.

Mengambil sidik jari dan memotret Tersangka; 

f.

Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi;

 

g.

Mendatangkan seorang Ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

 

h.

Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penuntut Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau
keluarganya;

 

i.

Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB VIII
KETENTUAN SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48

(1)

Setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 6, Pasal 7, Pasal 14 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, serta Pasal 41 dikenakan pembebanan biaya Paksaa