Rumah Makan Ampera

Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil memimpin pemasangan media peringatan bagi wajib pajak yang tidak taat aturan, di Rumah Makan Ampera, Jalan Soekarno Hatta

Miftah Sabtu, 01 Oktober 2016 01:55
Rumah Makan Ampera
Rumah Makan Ampera


Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil memimpin pemasangan media peringatan bagi wajib pajak yang tidak taat aturan, di Rumah Makan Ampera, Jalan Soekarno Hatta No.394 Kota Bandung, Kamis (29/9/2016).

Seusai pemasangan tersebut, Wali Kota Bandung yang disapa Emil menyampaikan kepada wartawan, ini merupakan salah satu contoh restoran besar sudah 3 bulan diajak berkomunikasi masih bandel saja, mereka membayar pajak sangat kecil, hanya 1/10 dari seharusnya. Padahal omsetnya banyak dan cabangnya besar. Kepada mereka yang tidak kooperatif, negara tidak boleh kalah, Pemkot Bandung juga tidak boleh kalah.

"Jadi hari ini kita melakukan penempelan peringatan agar mereka membayar tunggakan pajak yang seharusnya,"Jelas Emil.

Ditambahkan olehnya, hal ini menjadi sebuah ketegasan juga, karena yang seperti ini jumlahnya tidak sedikit.

"Kami setiap minggu melakukan upaya paksa agar restoran dan hotel di Bandung bisa membayar pajak yang tidak dimanipulasi,"tuturnya.

Lanjut emil menyampaikan, harusnya restoran ini hasil perhitungan, minimal bayar pajak 60-100 juta perbulan, mereka hanya bayar 6 juta per bulan.

"Dengan omset yang besar, masa bayar pajaknya segitu,"ujar Emil.

Emil menghimbau kepada warga jangan dulu makan ke restoran Ampera ini, karena ini merupakan contoh buruk, bisnisnya bagus dan populer tapi tidak mau melaksanakan kewajibannya yaitu bayar pajak, padahal Pemkot Bandung beberapa hasil dari pajak itu perlu untuk membiayai infrastruktur kota bandung dan sebagainya.

"Jadi jangan seenaknya saja mendapat sukses binisnya tapi tidak mau berpartisipasi membayar kewajiban,"pungkas Emil.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Ema Sumarna, senada dengan yang dikatan pak wali, memang betul, rumah makan ini seharusnya membayar pajak sekitar 60 - 100 juta.

"Bisa kita bayangkan, rumah makan se besar dan buka 24 jam ini masa cuman bayar pajak 6 juta,"ujarnya.

Ema menambahkan, artinya ini wajib pajak yang buruk, karena tidak melaporkan omset sesungguhnya.

"Pertama pemeriksaan, awal januari dan berakhir bulan Juni. Awalnya pemeriksaan beberapa kali kita di tolak, beberapa kali kita datang juga tidak dilayani dengan baik. Sehingga sesuai dengan BAP, rumah makan ini menolak pemeriksaan,"Jelas Ema.

Diyambahkan olehnya, tindak lanjutnya sesuai dengan perda no 20 tahun 2011, dikatakan bahwa wajib pajak dinyatakan menolak, maka dinas bisa menetapkan ketetapan pajak secara jabatan.

"Artinya berdasarkam penghitungan, tentunya kita tidak begitu saja menetapkan, terus kita melakukan penungguan disini yaitu dengan cara Checker, berlangsung 10 hari di bulan Juni, dalam checker itu kita menghitun jumlah pengunjung per hari berapa orang dan sebagainya,"jelasnya.

Lanjut Ema menambahkan, dengan jangka waktu selama 7 hari, rumah makan ini tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan regulsi kita melakukan surat paksa itu 2 x 24 jam.

"Artinya surat taguhan secara paksa. Jika tagihan itu dilakukan, kita lakukan proses selanjutnya seperti penyitaan. Penyitaan itu bukan seluruh yang ada dirumah makan ini disita, tetapi penyitaan barang milik dari penanggung pajak. Artinya bisa apa saja yang disita, yang jelas sesuai dari nilai tunggakan pajaknya,"ujar Ema.

Ema berharap, untuk pemilik rumah makan ataupun hotel khusus di Kota Bandung, wajib bayar pajak agar tindakan seperti ini tidak terjadi lagi.

"Bayarlah pajak sesuai pendapatan yang ada, ikuti prosedur yang ada, usaha kita di kota bandung pasti lancar,"pungkas Ema.