Kurangnya Pertumbuhan Infrastruktur Dasar Menyebabkan Daerah Tertinggal

Pertumbuhan pembangunan infrastruktur mendasar yang belum merata, menyebabkan masih banyaknya desa atau daerah-daerah tertinggal. Kondisi ini tidak saja terdapa

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:34
Kurangnya Pertumbuhan Infrastruktur Dasar Menyebabkan Daerah Tertinggal
Kurangnya Pertumbuhan Infrastruktur Dasar Menyebabkan Daerah Tertinggal

Pertumbuhan pembangunan infrastruktur mendasar yang belum merata, menyebabkan masih banyaknya desa atau daerah-daerah tertinggal. Kondisi ini tidak saja terdapat di kota-kota kecil namun juga di kota besar, ditandai dengan minimnya infrastruktur kota, baik prasarana jalan, fasilitas pelayanan umum, pendidikan, kesehatan maupun ekonomi yang  mengakibatkan aktifitas sosial ekonomi rendah, banyak desa ditinggalkan penduduknya bermigrasi ke kota.

Hal ini diungkapkan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Meneg PDT) RI, Ir. H. Muhamad Lukman Edi M.Si dalam acara penandatanganan MoU dengan Rektor Universitas Pasundan Bandung, Prof. Dr. H. M Didi Turmudzi M.Si, di Kampus Unpas 4 Jalan Setiabudi Bandung, Kamis malam, (28/02/08). Disaksikan Wali Kota Bandung, H. Dada Rosada SH, M.Si, sejumlah Deputi Meneg PDT, jajaran rektor, dekan, dosen dan para pejabat publik di lingkungan Pemkot Bandung serta mahasiswa.

Mensitir laporan Menko Perekonomian beberapa waktu lalu, Lukman Edi menuturkan, meski disela-sela bencana alam, pertumbuhan ekonomi nasional menunjukan peningkatan yang baik. Namun disamping keberhasilan ini, menurutnya, masih menyisakan jutaan orang miskin, anak yang masih tidak bisa melanjutkan sekolahnya dan jutaan orang pengangguran termasuk sarjana. 

Dari peningkatan ini terdapat satu indikator kenaikan yang menurutnya kurang baik, yaitu selama Tahun 2003 s.d 2007, ratio distribusi pendapatan masyarakat dari 23 % sekarang telah mencapai 40 %. Angka Ini menunjukan indikator kesenjangan yang sedang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan orang kaya di Indonesia mencapai 16 %, diatas rata-rata 2 kali lipat orang kaya se dunia yang hanya 8,3 %. ”Menurut saya ini bahagian dari persoalan kesenjangan kesejahteraan. Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin,” ungkapnya.

Lukman Edi menyebutkan, di Indonesia saat ini terdapat 199 kabupaten daerah tertinggal dengan indikator pertumbuhan ekonomi antara 3 s.d 5 %, sementara daerah lain sudah mencapai diatas 7 %. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya yaitu indeks pendidikan, daya beli dan kesehatannya masih sangat mengkhawatirkan, termasuk persoalan lapangan kerja dan pengangguran yang tinggi.

Menurutnya, sekarang ini masih ada sekira 18.000 desa yang tidak memiliki bidan desa, 12. 000 desa yang tidak memiliki pusat pelayanan kesehatan. Bahkan ada 32.000 desa tertinggal, 10.000 diantaranya 5 atau 10 tahun ke depan tidak akan bisa dialiri aliran listrik. ”Ini jelas akan menghambat program keluarga berencana. Anak-anak tidak bisa belajar dan orangtuanya pun tidak bisa mengembangkan usaha ekonomi produktifnya,” ujarnya.

Pengakuan masih adanya kesenjangan dan belum dintisipasi pemerintah secara baik ini, dikatakannya, adalah menjadi tugas Kementerian PDT untuk memperkecil kesenjangan. Kesenjangan antara kota dan desa, antara pusat-pusat pertumbuhan yang lebih dulu maju dengan daerah-daerah interlane yang selama ini tidak menetes pertumbuhannya.

Kemiskinan, pengangguran dan ketertinggalan, dikatakan walikota, diakuinya juga menjadi bagian dari persoalan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung. Untuk menyelesaikan persoalan ini, dilaporkan walikota, Pemkot Bandung telah menetapkan kebijakan 7 program prioritas pembangunan, meliputi pendidikan, kesehatan, kemakmuran, lingkungan hidup, sosial budaya, olahraga dan agama. Namun dalam pelaksanaannya tidaklah, karena keterbatasan kemampuan pemerintah sangat diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi.

”Kerjasama ini sangat penting, karena perguruan tinggi adalah lembaga dan komunitas ilmiah yang diharapkan dapat merealisasikan alih rekayasa sosial dan ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian, pemetaan lembaga sosial budaya, serta peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat. Karenanya kerjasama antara Menteri PDT dan Unpas akan berdampak positif pada proses pembaharuan yang sedang dilaksanakan di Kota Bandung,” tutur walikota.

            Untuk mendukung proses pembaharuan ini, walikota menuturkan, Pemkot Bandung telah melakukan reformasi birokrasi. Dirumuskan dalam 6 tahapan yaitu restrukturisasi organisasi, integrasi sistem pelayanan satu pintu, deregulasi dan debirokratisasi sistem perijinan, perbaikan ikilm investasi, pelaksanaan sistem pajak-pajak daerah serta penerapan E-Gov (Electrinik Government)

Secara matematis, perubahan ini mampu menciptakan efiensi anggaran, khususnya biaya tunjangan jabatan dan daerah, berkurang hampir Rp. 500 milyar/bulan, atau Rp 6 milyar/tahun. Bahkan menghemat operasional kantor sekira Rp. 11 milyar.tahun.  (www.bandung.go.id)