Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Asisten Ekbang Kesra, Drs. Ir. H. Taufik Rahman, M.H" Utamakan Tenaga Kerja Masyarakat Setempat "   ASISTEN Ekonomi Pembangunan Kesejahteraan Rakyat (Ekbang

Sysadmin Sabtu, 13 Agustus 2016 09:34
Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)
Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Asisten Ekbang Kesra, Drs. Ir. H. Taufik Rahman, M.H
" Utamakan Tenaga Kerja Masyarakat Setempat "

 

ASISTEN Ekonomi Pembangunan Kesejahteraan Rakyat (Ekbang Kesra) Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Drs. Ir. H. Taufik Rahman, M.H., ditemui usai rapat koordinasi PLTSa, di Ruang Tengah Balai Kota Bandung Senin (3/12/07) menjelaskan, Pemkot Bandung telah memperhitungkan secara matang dampak sosial ekonomi yang akan dihadapi warga sekitar lokasi PLTSa, khususnya yang selama ini menggantungkan kehidupannya sebagai petani di kawasan tersebut. Berikut penjelasan Taufik, yang siang itu ditemani Kasubdin Bina Usaha Dinas Pertanian Kota Bandung, Ir. Umy Sjafitri.

fpltsa12.jpg

"Pascapembangunan PLTSa tersebut akan ada proses, dimana tenaga kerja yang akan bekerja di sana, diutamakan dari masyarakat setempat. Tentunya, sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Khusus untuk tenaga ahli dan terampil, saya kira membutuhkan spesifikasi keahlian tertentu, sehingga harus dengan yang ahli. Tapi kalau sebagai tukang tembok, tukang gali, cleaning service, penyabit rumput, bisa. Di sana 'kan nanti ada green belt atau sabuk hijaunya, dan akan dibangun di disekeliling PLTSa".
Kita (Pemkot Bandung, red) sering mendengar aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat petani, akan dikemanakan (setelah dibangunnya PLTSa)? Yang dinamakan masyarakat petani, terbagi atas 3 (tiga) kelompok klasifikasi kepemilikan. Pertama, petani pemilik. Artinya, petani yang memiliki tanah. Kedua, petani penggarap, yang maro 1 , dan selama ini memiliki ketergantungan kepada pemilik tanah. Setelah tanah dibebaskan nanti, mereka otomatis kehilangan pekerjaan maro 1 sawah, padi, atau ikan, sehingga kita harus bisa mengalihkan mata pencahariannya. Ketiga, buruh tani, yang biasanya menjadi buruh para penggarap tanah. Sudah pasti, adanya alih fungsi lahan tersebut akan mengakibatkan penduduk setempat kehilangan mata pencahariannya sebagai petani atau buruh tani, sehingga akan merubah status sosial dan pendapatan ekonomi mereka.
Konsep yang akan kita lakukan adalah bagaimana mengarahkan masyarakat setempat pada kegiatan aktivitas pertanian perkotaan yang tidak bertumpu pada peningkatan produksi namun diarahkan pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

  1. Agribisnis pada lahan sempit, yaitu bagaimana memanfaatkan lahan sempit untuk komoditi yang bernilai ekonomis tinggi disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya: bertani anggrek, tanaman hias, ikan hias, pelatihan teknologi budidaya dan manajemen usaha.
  2. Agribisnis hilir yaitu penanganan pascapanen, pembangunan industri pertanian yang mengolah komoditas pertanian menjadi produk olahan sehingga menambah nilai produk termasuk pemasarannya. Misalnya, industri olahan keripik, pindang dan telur asin, menyelenggarakan bursa/kios pertanian sebagai ajang promosi komoditi olahan dan hasil produksi tersebut.
  3. Rencana pembangunan rumah potong hewan (RPH) di wilayah Gedebage merupakan sarana potong hewan yang representatif dan berwawasan lingkungan. Manfaatnya bagi masyarakat setempat adalah: menyediakan fasilitas penunjang bagi pengrajin, pengolahan hasil ternak seperti pembuatan abon, dendeng, sosis, bakso, dan lainnya. Lalu membuka peluang penyerapan tenaga kerja melalui pelayanan jasa agribisnis. Usaha bongkar muat, pemeliharaan sapi sebelum dipotong, dan memanfaatkan limbah RPH menjadi kompos.
Meski begitu, lanjut Taufik, sudah barang tentu, kegiatan ini ada langkah awalnya. Tidak semua (masyarakat) ingin menjadi petani anggrek, tidak semua ingin terjun di industri keripik dan ikan misalnya Sehingga sudah barang tentu, Pemerintah Kota Bandung akan mengoordinasikan hal tersebut dengar dinas terkait, diantaranya Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Koperasi dar Dinas Pasar Kota Bandung, agar hasil pertanian diarahkan ke budidaya intensifikasi pertanian dar pertanian hilir."Dan pada kenyataannya, yang berkutat di pertanian hilir biasanya lebih maju, karena memiliki nilai tambah. Sehingga upaya ini sejalan dengan akselerasi pencapaian visi Kota Bandung sebagai kota jasa yang Bermartabat, diantaranya melalui jasa pertanian," papar Taufik. (yuyun)

 

back.gif